Friday, March 30, 2007

Gadis NTT Dikurung Empat Tahun

Eddy Mesakh, Wartawan Tribun Batam

INILAH tragedi hidup yang dialami oleh MR (22), seorang
perempuan muda asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang lama
menetap di Jakarta, tapi tertipu bos PJTKI dan akhirnya
dikurung selama empat tahun. Ia dijadikan sekretaris tanpa digaji, dan dipaksa gugurkan kandungan dua kali.

Kisahnya bermula saat MR bertemu dengan seorang pria
berinisial AR, pemilik PT TM. Perusahaan ini adalah sebuah
penyalur tenaga kerja lokal yang berada di kawasan Jl Ir
Sutami, Kota Tanjungpinang.

MR tergiur iming-iming akan dijadikan sekretaris dengan
gaji Rp 1,8 juta per bulan. Sehingga ia rela melepaskan
pekerjaannya di sebuah klinik di Jakarta dan pindah ke Kota
Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Ia ke
Tanjungpinang pada bulan April 2003.

Benar, MR memang dijadikan sekretaris oleh AR selama
sembilan bulan. "Tetapi saya tak pernah digaji," kata MR
saat ditemui di Shelter Engku Putri, sebuah rumah singgah
yang khusus menampung korban trafficking dan kekerasan
dalam rumah tangga, Minggu (29/4).

Yang bikin MR semakin menderita, selain tak digaji, ia juga
tak diperkenankan keluar ruangan dan selalu dijadikan
pelampiasan nafsu seks AR. MR juga mengaku bahwa Ar selalu
mengancam akan dibunuh apabila ia melarikan diri. Ia juga
sempat mengalami kekerasan berupa tamparan pada wajah oleh
Ar.

"Kalau saya tanya gaji, mau minta pulang atau saya menolak
ketika diajak berhubungan intim, pasti saya ditampar dan
diancam akan dibunuh," tutur MR.

Akibat perbuatan lelaki tersebut, MR sempat hamil dua kali.
Namun atas inisiatif lelaki tersebut, MR diberikan jamu
yang ternyata obat untuk mengugurkan janin dalam
kandungannya. Hal itu berlangsung sekitar Februari 2006.
Pada kehamilan yang kedua, ternyata MR hamil di luar rahim.
Saat itu MR sudah hamil dua bulan. Kejadian itu terjadi
pada 2 Maret 2007. MR pun menjalani operasi kandungan,
sekaligus usus buntu.

Setelah semuanya selesai, MR meminta kepada lelaki tersebut
agar ia diperkenanakan bekerja di luar rumah. Akhirnya MR
pun mendapat pekerjaan di Jalan Gambir untuk merawat
orangtua.

Suatu hari, MR mengambil inisiatif menelpon seorang kawan
lamanya di Jakarta dan menceritakan nestapa yang ia alami.
Dan ternyata sang kawan cepat tanggap. Ia mengontak seorang
anggota DPRD Batam. Sang anggota dewan pun menghubungi MR
untuk melaporkan diri ke Shleter Engku Putri.

"Saya ingin pulang ke kampong," kata MR. Wanita berkulit
hitam manis tersebut kini hanya berharap kejadian buruk
yang dialaminya di Tanjungpinang saat ini, bisa segera
terselesaikan.(tribun)