Friday, December 28, 2007

'Gereja Liar' di Batam

KABARNTT, Batam--SUASANA perayaan Natal tahun 2007 di Batam sangat berbeda dengan suasana di kampung (NTT). Di kota yang sangat heterogen ini, nuansa Natal nyaris tak terasa, kecuali meriahnya dekorasi untuk kepentingan bisnis seperti terlihat pusat-pusat perbelanjaan.

Tapi jangan kaget ketika kita berada di tengah komunitas masyarakat NTT yang berjemaat di Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Eklesia Batam. Di jemaat itu, suasana Natal sangat terasa. Seolah kita berada di kampung halaman sendiri, di NTT. Mungkin karena jemaatnya kebanyakan orang-orang NTT sehingga ada kedekatan
emosi antarjemaat. Jemaat Eklesia berisi orang-orang dari Alor, Rote, Sabu, Timor, Flores, Batak, Ambon, Jawa, dan lainnya.

Acara kebaktian hingga perayaan Natal KAKR berlangsung hikmat dan penuh keceriaan. Anak-anak sekolah minggu sangat bergembira dan tampak penuh sukacita saat menyanyikan
lagu-lagu Natal. Para pemuda dengan penuh hikmat mengikuti berbagai acara Natal di gereja. Para orangtua pun demikian.

Dan seperti biasa, gereja penuh sesak sejak minggu-minggu Advent hingga kebaktian pada tanggal 24, 24, dan 26 Desember. Semua orang menjadi sangat akrab ketika di
gereja. Kendati tidak semuanya saling kenal dengan baik sebagaimana kita di kampung, di NTT sana. Hampir semua anggota jemaat GMIT Eklesia Batam adalah kaum
marjinal. Mereka adalah kumpulan para pemulung, satpam, buruh bangunan, sopir Metro Trans (angkot), dan hanya sedikit karyawan di perusahaan-perusahaan dalam kawasan
industri. Saya sendiri adalah bagian dari jemaat ini. Mayoritas mereka adalah juga para penghuni perumahan Ruli Indah Permai :) Ruli adalah rumah liar.

Oh ya... disebut ruli karena bangunan tempat tinggal mereka dibangun di atas
lahan yang bukan milik mereka. Ciri bangunannya, terbuat dari dinding tripleks bekas dengan atap seng bekas maupun karet. Mereka rawan kena gusur dan hidupnya senantiasa
diliputi perasaan waswas karena sewaktu-waktu bisa digusur aparat trantib.

Tapi kisah para penghuni ruli seperti itu sudah tidak menarik lagi bagi warga Batam. Itu sudah menjadi cerita biasa. Tapi khusus bagi kaum marjinal asal NTT yang hidup
di Batam, mereka punya "bonus" kegelisahan, yakni menyangkut gedung gereja, tempat mereka berbakti setiap hari Minggu dan hari raya. Lantaran mereka adalah para penghuni ruli, maka mereka pun seolah harus berbakti kepada Tuhan di Gereja Liar. Saya sebut gereja liar karena gereja ini juga dibangun di atas lahan yang bukan milik GMIT alias lahan milik entah siapa.

Sehingga sampai kini, jemaat merasa waswas suatu ketika bangunan gereja kami yang sederhana itu juga bakal kena gusur. Lantas kami akan kebaktian di mana setelah kena
gusur? Padahal (kalau tidak salah) jemaat ini sudah berdiri lebih dari tujuh tahun. Tapi tak mudah bagi pengurus gereja ini memperoleh lahan untuk membangun sebuah gedung kebaktian yang lebih aman dari 'ancaman' penggusuran.

Sebab, saya lihat di dekat gedung kebaktian sedang ada pematangan lahan (cut and fill). Tampaknya akan ada pembangunan gedung besar sehingga semakin membuat waswas.
Harapan saya, seluruh jemaat Tuhan turut mendukung dalam doa sehingga kerinduan jemaat GMIT Eklesia Batam untuk memperoleh lahan untuk mendirikan gedung kebaktian yang lebih baik bisa segera terwujud. Amin.(*)

Eddy Mesakh

di Batam