Saturday, May 19, 2007

Puisi-puisi Yohanes Manhitu

Pengantar redaksi:
Puisi yang ditulis dalam Bahasa Dawan, boleh dibilang amat jarang. Pantun-pantun pun yang biasa dituturkan kini semakin terbatas pada generasi yang lebih tua. Bahasa Dawan adalah bahasa yang dipakai oleh orang Atoni yang tersebar di NTT antara lain di Kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, dan di enclave Oecussi. Yohanes Manhitu, seorang penggiat Sastra Dawan kini berdiam di Jogja, menuliskannya untuk kita. Jika anda ingin membaca karyanya yang lain bisa berkunjung ke sini: http://ymanhitu.blogspot.com/

Tuis nâko/Karya: Yohanes Manhitu
Dalam bahasa Dawan dan Indonesia

Ho mpao sekau ka?

Oras manas he nmoufen
Ma oni nasaitan hausufâ
Kolo naim bale he ntúpen,
Ho mkios bnaotasi anaot
fê nasaitan bnaosonlain

Ho mhaek es tasi-ninen
mbin oe ma metô tnankin
onlê anaolalan nekamneku
nbin npahufui amanuat-es
Ho mpao sekau ka, bife?

Yogyakarta, 26 Funhâ 2007



Siapakah yang kautunggu?

Ketika mentari akan terbenam
Dan lebah meninggalkan bunga
Burung mencari sarang ‘tuk tidur,
Kaupandang kapal berlayar
baru tinggalkan dermaga

Kauberdiri di pantai
di antara air dan daratan
bagai musafir yang bingung
di belantara tampak terbentang
Siapakah yang kautunggu, wanita?

Yogyakarta, 26 April 2007

Noknokâ es ume nesun

Tupas aminat fê he matutan,
me meûsinê a-nsuis neu keän
natuin neuspalaf-es in fafon
ma natonan kau nak he ‘fen
fun noknokâ es ume nesun

Noknokâ lof a-nkios kit piuta
ka nahín fa ulan nok manas.
In ném ka ala fa neu amasat
In ném ka ala fa neu akuasat.
Metan ma mutî ok-okê makisô

Oras noknokâ es ho nesu, baë,
tetus neno-tunan masanuten
ma meûsinê firdaus nemen.
Musaeb seunbanit neu Usî
neu noknokâ feü amasat

Yogyakarta, 26 Funhâ 2007



Pagi hari di depan pintu

Tidur lelap masih akan berlanjut
Tapi cahaya menerobos ke kamar
lewat bagian atas sebuah jendela
dan mengabari aku agar bangun
karena pagi kini di depan pintu

Kita ‘kan selalu dilawat hari pagi
Tak kenal musim hujan dan kemarau
Ia datang bukan hanya untuk si tampan,
bukan juga untuk si penguasa saja.
Hitam dan putih sama dilawati

Ketika hari pagi di pintumu, Kawan,
berkat surgawi telah dicurahkan
dan cahaya firdaus telah tiba
Panjatkan syukur kepada Tuhan
atas pagi baru yang indah

Yogyakarta, 26 April 2007

Pendidikan dan Masa Depan Flobamora

Pengantar Redaksi:
Flobamora adalah akronim dari beberapa pulau besar di Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni Flores, Sumba, Timor, dan Alor, dan telah menjadi kata ganti NTT. Sedangkan pendidikan dan masa depan sedikit banyak ada dari menghitung ulang jumlah angka buta huruf, putus sekolah, dan pengangguran terdidik di Flobamora. Ini menjadi tanda tanya, apa benar pendidikan sungguh membebaskan manusia dari perangkap-perangkap negatif? Dari kemiskinan, kebodohan, dan lainnya. Namun, sebelum sampai pada titik itu apakah kesempatan untuk mengenyam pendidikan telah bisa diberikan kepada siapa saja di NTT. Sebuah tulisan dari Theresia Laura mencoba membahas tentang pendidikan, dan minimnya perhatian kita untuk pendidikan dan kesempatan bagi semua warga untuk bisa ber-pendidikan.

Masa depan dan generasi muda
Berbicara masa depan, berarti kita berbicara tentang generasi muda. Anak-anak kita adalah masa depan dan asset bagi keluarga, daerah maupun Negara di masa datang. Masa depan seperti apa yang kita inginkan tergantung generasi muda kita saat ini. Keluarga, lingkungan sangat besar peranannya bagi pembentukan generasi muda kita. Salah satu dasar pembentukan generasi muda kita adalah pendidikan formal maupun non-formal. Melihat hal ini, mungkin kita semua akan setuju bahwa begitu banyak hal yang harus dibenahi dalam hal memajukan pendidikan DI Propinsi NTT ditingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Baik itu pembenahan sarana maupun prasarana.

Kalau kita jeli melihat bahwa, ternyata begitu banyak anak-anak di Propinsi kita tercinta ini belum tersentuh bidang pendidikan. Keadaan ini dapat kita lihat di terminal, pasar, jalan-jalan yang kebanyakan di dominasi oleh anak-anak dibawah usia kerja. Tuntutan hidup merupakan faktor utama pendorong mereka harus turun ke jalan-jalan, pasar atau terminal. Tetapi kalo kita lebih menyadari lagi bahwa hal tersebut merupakan cerminan kehidupan Negara kita dan Daerah kita khususnya. Sebagai contoh keadaan ini dapat dilihat jelas di Kabupaten Belu, dimana anak-anak dibawah usia 6 tahun harus turun ke jalan bersama orangtua untuk berjualan sayur dan lain-lain dan masih begitu banyak contoh yang ada didepan mata kita, yang bisa kita renungkan bersama. Usia demikian seharusnya merupakan usia dimana mereka bisa menikmati masa kecil bersama teman-teman mereka di Taman Kanak-kanak atau mulai berpikir tentang cita-cita dan mempersiapkan diri untuk merebut masa depan mereka.

Pusat dan daerah
Pemerintah daerah diharapkan lebih memperhatikan hal ini. Mengharapkan bantuan Pemerintah Pusat bukan merupakan solusi yang Bijaksana. Pendidikan harus merupakan agenda utama dalam memajukan Daerah (baca: Kabupaten) maupun Propinsi. Pendidikan yang dibicarakan merupakan pendidikan dalam arti luas, bukan saja pendidikan formal tetapi juga pendidikan non-formal untuk generasi muda di Propinsi NTT. Pemerintah mulai harus memperhatikan potensi sumber daya manusia mulai dari tingkat kanak-kanak sampai tingkat perguruan. Sumber daya alam dapat dikelola dengan baik jika potensi atau sumber daya manusia yang ada dimasyarakat bisa dikelola dengan maksimal. Pendidikan merupakan hal yang sangat serius di era globalisasi ini karena seiring waktu, generasi muda kita dituntut untuk mengusai Ilmu pengetahuan maupun tekhnologi secara maksimal. Bukan saja pendidikan asal jadi atau yang penting Ijazah/gelar. Begitu banyak tuntutan di bidang pekerjaan yang mengharuskan keahlian bukan gelar. Sebagai contoh komputer dan bahasa Inggris bukan lagi merupakan keahlian, melainkan suatu keharusan.

Seharusnya status sosial, dalam hal ini tingkat ekonomi, bukanlah merupakan kendala utama penyebab anak-anak kita tidak mengeyam bangku pendidikan atau malah terhenti karena faktor tersebut. Mengingat Indonesia telah menjadi Negara merdeka selama berpuluh-puluh tahun, maka seharusnya tidak ada lagi kesenjangan pendidikan di masyarakat.

Solidaritas bersama sebagai alternatif
Banyak hal yang bisa kita perbuat untuk memperkecil kesenjangan ini. Dengan program Orangtua Asuh, subsidi Pendidikan dari Keluarga mampu kepada keluarga yang tidak mampu, program berantas buta huruf (Paket A) dan masih banyak lagi kegiatan yang diharapkan mampu membantu anak-anak kita merasakan bangku pendidikan. Tanggungjawab ini bukan lagi semata-mata tanggungjawab Pemerintah Pusat maupun Daerah, ini merupakan tanggungjawab kita bersama sebagai masyarakat NTT yang menginginkan masa depan Propinsi kita lebih baik lagi.

Masih begitu banyak pengangguran di Propinsi NTT yang membutuhkan perhatian dan tanggungjawab kita sebagai masyarakat. Buka mata hati dan nurani kita, marilah sama-sama kita menyadari bahwa begitu besar tanggungjawab kita bukan saja untuk keluarga kita melainkan juga tanggungjawab kita bagi Daerah dan Propinsi tercinta pada umumnya. Lingkungan apa yang telah terbentuk dimasyarakat menentukan seperti apa nasib anak-anak yang kita lahirkan dimasa mendatang. Kesejahteraan keluarga dan diri sangat didasari dengan pendidikan yang memadai.

Menjadi bagian Timur Indonesia bukan berarti membuat kita menjadi Propinsi yang tertinggal di bidang Pendidikan. Buktikan diri kita dengan menunjukan kemampuan berpikir kita.

Secara khusus mari kita manfaatkan Pilkada Kota Kupang kali ini untuk menentukan masa depan dengan memilih calon Pemimpin yang menyadari arti pentingnya pendidikan bagi Daerah dan Propinsi NTT.

Selamatkan masa depan NTT dengan membantu anak-anak Flobamora mengeyam bangku pendidikan tanpa melihat status sosial maupun gender.

Thursday, May 17, 2007

Mimpi itu Indah Bung !!

Andre P Therik

Seandainya dunia maya atau internet sudah diperkenalkan secara baik, utuh dan konsisten lima belas tahun yang lalu di NTT , maka saat ini telah ada ratusan ribu pengguna jasa internet di NTT yang akan menikmati kelebihan informasi internet setiap hari, ribuan anak SMA dan mahasiswa akan menghabiskan waktunya luangnya di perpustakan untuk memburu informasi pengetahuan dan pendidikan, pejabat negara mulai dari Bupati/Walikota sampai dengan Kepala Desa/lurah akan memulai rutinitas paginya dengan mengecheck apakah ada surat elektronik yang masuk atau tidak dan ratusan tamatan sarjana akan mendapatkan kesempatan belajar keluar negeri untuk program paska sarjana setiap tahunnya.

Kata seandainya bisa berarti mimpi dan mimpi-mimpi itu harus terus dikejar sampai menjadi kenyataan atau paling tidak mendekati apa yang pernah menjadi harapan. Ide yang sangat sederhana dan tidak keliatan seperti ingin membangun “rumah jabatan walikota”, adalah berawal dari mimpi untuk memajukan daerahnya. Mimpi bahwa semua anak NTT mempunyai hak yang sama untuk belajar,menulis,berbagi dan menatap “rumah”nya. Rumahnya ini kelak akan menjadi sebuah bank hidup untuk informasi pendidikan, informasi karier, informasi adanya keadilan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan dan kecurangannya, informasi mengenai perjalanan hidup anak NTT dimana saja dia berada, baik didalam ataupun di luar negeri dan akhir informasi baru tentang mimpi baru yang kreatif dan inovatif untuk hal yang lainnya.

Jalan masih panjang dan berliku ,walaupun KabarNTT bukanlah acara televisi Republik Mimpi di Indonesia atau Oprah Winfrey Show di Amerika, yang pasti telah digemari akan ditonton oleh jutaan pemirsa televisi, tapi paling tidak Kabar NTT yang masih seumur jagung bisa menjadi tempat alternatif untuk para generasi muda dan akademia agar terbiasa berekspresi, berkreasi and berinovasi untuk mewujudkan mimpinya.
Mimpi selanjutnya dari KabarNTT adalah bagaimana mempertahankan dan mengisi secara rutin informasi-informasi dan tulisan, supaya memberikan nuansa baru yang penuh semangat, kebersamaan untuk memajukan NTT tercinta.

Selamat buat KabarNTT, dan ternyata Mimpi itu memang Indah bila telah menjadi kenyataan dan kenyataan dari mimpi yang indah juga mempunyai tantangan.

Kabar Dari Den Haag

Saat ini saya dari IAJ-TGAP sedang mengadakan Konferensi Internasional dengan thema: Hak-Hak Masyarakat NTT di Celah Timor dan di Pulau Pasir. Konferensi Internasional ini akan diadakan di Kupang - NTT pada tanggal 21-23 Juni 2007.

Dengan pasti keberhasilan kegiatan ini sangat didukung oleh berbagai pihak terutama masyarakat NTT dimana saja. Oleh sebab itu pada kesempatan ini saya meminta jika saudara-saudara ingin mengambil bagian didalam Konferensi Internasional ini, silahkan menghubungi kami ke situs kami www.iaj-tgap.org dalam situs kami dimuat informasi tentang IAJ-TGAP dan terutama kegiatan di Kupang nanti yang mana bisa di apply online. Kami juga mengharapkan liputan media dari Indonesia.

Tanggal 16 Mei ini telah diadakan pertemuan para ahli di Den Haag - Belanda. Dalam pertemuan ini dibicarakan hal-hal yang akan di diskusikan di Kupang nanti. Ada sekurangnya dua pembicara yang akan datang dari indonesia yaitu Prof. Dr. Dimyati Hartono dan Laksamana Sukono disamping pembicara dari Europa. Press Conference juga akan diadakan satu jam sebelum Preconference. Kami mengundang berbagai media yang ada di Belanda.

Sekian dulu ya, mudah-mudahan kita jumpa nanti di Kupang.

Salam,
Yetty Haning
Den Haag - Belanda

Cagar Alam Mutis Yang Terusik Tambang

Oleh: Cor Sakeng, Bekerja di LSM Animasi SoE

Jika sekali waktu anda mengayunkan kaki ke Pulau Timor, maka singgah lah barang sehari dua malam di kaki Gunung Mutis. Jika tak sempat baca lah tulisan Cor Sakeng, aktivis LSM yang bekerja di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Ia punya cerita sedih untuk kita. Simak liputannya.

Berkunjung ke Kawasan Wisata Cagar Alam Gunung Mutis ungguh menarik. Sejuta flora dan fauna mempesona di dalamnya. Penampilan khas orang desa pun menambah kenangan tersendiri.

Seorang rekan jurnalis sebuah majalah besar di Jakarta terkagum-kagum menyaksikan pemandangan alam yang membentang di lereng Gunung Mutis, sesaat sebelum kami
memasuki Kapan, kota Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju Gunung Mutis.

"Pemandangan alamnya sangat indah. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang berkesempatan mampir dan menikmati keindahan tanah Timor. Tapi semua ini butuh promosi dari Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten TTS," kata Rahmat, rekan jurnalis, saat kami merapat di Kapan.

Barangkali banyak orang yang belum tahu letak kawasan wisata andalan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) TTS ini. Padahal, kawasan wisata ini sudah sangat dikenal di
kalangan peneliti asing seperti Australia dan Belanda. Tapi dimana letak sesungguhnya Kawasan Wisata Cagar Alam Gunung Mutis?

Secara geografis, Cagar Alam Gunung Mutis terletak di wilayah Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten TTS. Kawasan yang berjarak sekitar 140 km sebelah Timur Laut Kota
Kupang, kota provinsi dan Kabupaten/Kodya Kupang ini memiliki luas sekitar 12.000 hektar. Untuk mencapai Mutis perjalanan dimulai dari Kota Kupang menuju SoE,
kota Kabupaten TTS dengan jarak 110 km dan waktu tempuh kurang lebih 2,5 jam.

Dari SoE, perjalanan dilanjutkan dengan menumpang bus menuju Kapan sebelum ke Desa Fatumnasi. Perjalanan sejauh 15 km ke desa itu memakan waktu lima belas
menit. Saat memasuki Desa Fatumnasi pengunjung akan disuguhi pemandangan nan indah dan keramahan penduduk desa asli yang kebanyakan Suku Dawan.

Sebagian penduduk masih mengenakan sarung atau kain yang masih menempel di badannya. Hal ini beralasan karena cuaca di sekitar kawasan wisata ini sangat dingin. Awan putih masih bisa dilihat merayap di atas tanah dalam jarak sekitar 10-15 meter.

Yang tak kalah pentingnya adalah dahan dan ranting pohon-pohon besar di dalamnya yang menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat sekitar. Setiap dahan dan
ranting pohon dipenuhi madu hutan yang sudah menjadi milik setiap suku yang bermukim di sekitarnya. Dari madu hutan ini, masyarakat bisa berharap banyak untuk
menopang kehidupan ekonominya selain dari hasil ternak dan pertanian.

Peneliti Kawasan Wisata Cagar Alam Gunung Mutis dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Dr. Leo Banilodu, MS pun mengakui keindahan dan potensi
alam Mutis. Oleh karena itu Leo mengusulkan agar status cagar alam ini ditingkatkan menjadi taman nasional.

"Sejak dulu hingga saat ini kawasan wisata ini selalu dijadikan obyek penelitian dari berbagai peneliti lokal dan asing. Sayangnya, berbagai macam jenis satwa
dilindungi di kawasan wisata ini mulai terancam punah. Nah, kita harapkan agar status cagar alam ini segera ditingkatkan menjadi taman nasional," ujar Leo Banilodu di Desa Fatumnasi.

Flora dan Fauna
Data penelitian menunjukkan, Kawasan Wisata Gunung Mutis memiliki tipe vegetasi yang merupakan perwakilan hutan homogen daratan tinggi. Kawasan ini juga didominasi berbagai jenis ampupu (Eucalyptus urophylla) yang tumbuh secara alami dan jenis cendana (Santalum album). Selain itu di sini dapat ditemui berbagai jenis pohon lainnya seperti hue (Eucalyptus alba), bijaema (Elacocarpus petiolata), haubesi (Olea paniculata), kakau atau cemara gunung (Casuarina
equisetifolia)
, manuk molo (Decaspermum fruticosum),
dan oben (Eugenia littorale).
Ada juga salalu (Podocarpus rumphii), natwon
(Decaspermum glaucescens), natbona (Pittospermum
timorensis)
, kunbone (Asophylla glaucescens), tune (Podocarpus imbricata), natom (Daphniphylum
glauceccens)
, kunkaikole (Veecinium ef.
Varingifolium), tastasi (Vitex negundo). Kemudian ada
juga manmana (Croton caudatus), mismolo (Maesa latifolia), kismolo (Toddalia asiatica), pipsau (Harissonia perforata), matoi (Omalanthus populneu) dan aneka jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan.

Selain kaya dengan flora, kawasan wisata Mutis juga menyimpan aneka fauna khas Timor. Di sini pengunjung bisa menyaksikan rusa timor (Cervus timorensis), kus-kus (Phalanger orientalis), babi hutan (Sus Vitatus), biawak (Varanus salvator), biawak timor (Varanus timorensis). Di sini juga ada sanca timor (Phyton timorensis), ayam hutan (Gallus gallus), punai timor (Treon psittacea), betet timor (Apromictus
jonguilaceus)
, pergam timor (Ducula cineracea), perkici dada kuning (Trichoglosus haematodus).

Mantan Eksekutif Walhi NTT, Melkhior Koli Baran mengakui, Kawasan Wisata Gunung Mutis juga memiliki fungsi strategis sebagai daerah tangkapan air untuk bahan baku air bagi masyarakat di daratan Timor barat. Pasalnya, di kawasan Mutis terdapat beberapa hulu
sungai besar yaitu Sungai Noelmina, Benanain, dan Oebesi. Nah, karena menjadi sumber persediaan air bagi sebagian besar masyarakat di daratan Timor, maka kawasan wisata ini tetap terjaga hingga saat ini. Pihak Dinas Pariwisata TTS pun menyediakan Pondok
Wisata, Stasiun World Wide Fund for Nature (WWF) Program Nusa Tenggara dalam rangka penelitian keanekaragaman (biodiversity) sumber daya hayati kawasan tersebut. Tapi kini bukan hanya peneliti dan pecinta alam yang datang, Mutis pun mulai terganggu dengan aktivitas penambangan.


Tambang Datang Mengusik

Kekayaan Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur tidak terlepas dari hadirnya gunung-gunung batu yang oleh masyarakat setempat disebut Faut Kanaf dan mata air di bawah kaki Faut Kanaf yang disebut dengan nama Oe Kanaf atau air dari
batu. Arit Oematan seorang pemuda dari desa Tune wilayah Cagar Alam Mutis yang ditemui di desa Bonleu belum lama ini mengatakan bahwa bukit-bukit batu yang
merupakan batu marmer ini oleh masyarakat bermanfaat sebagai sumber kehidupan.

Namun para investor mulai datang mengusik kawasan Gunung Mutis. Mereka ingin mengeruk bukit-bukit batu marmer yang menjanjikan keuntungan berlipat ganda. Hadirnya sejumlah perusahaan penambangan yang mendapat ijin eksploitasi dengan mengantongi sejumlah dokumen resmi menambah deretan kecemasan masyarakat Fatumnasi dan sekitarnya.

Sebut saja PT Sumber Alam Marmer (PT SAM) yang mengantongi Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD) No. 82/SKEP/HK/2000 Tanggal 3 April 2000 berlokasi di
Bukit Naitapan, Desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara dengan luas area eksploitasi 10,5 Ha. Menurut Kepala Bidang Operasional PT SAM Arnol T, ijin itu mempeunyai
tenggang waktu eksploitasi selama 30 tahun dan bisa diperpanjang. Bahkan ijin eksploitasi marmer ini juga diperkuat dengan SK Gubernur NTT Piet Talo, SH.

Aksi tolak tambang
Kehadiran PT SAM ini menuai aksi penolakan warga. Warga sekitar lokasi tambang mewujudkannya dengan menduduki lokasi tambang. Bahkan aksi pendudukan yang sama juga dilakukan masyarakat di kantor Daerah Kabupaten TTS sebagai pusat pengambil kebijakan.

Ibu Aleta Baun, seorang tokoh perempuan dari masyarakat adat Mollo- Fatumnasi mengaku kecewa dengan pemerintah yang memberikan ijin penambangan kepada PT SAM tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat. Mata air yang berada tepat di bawah kaki bukit marmer Naitapan sudah keruh dan tak dapat dikonsumsi oleh masyarakat Desa Tunua. Bahkan beberapa kuburan milik masyarakat di lokasi tambang tak digubris managemen PT SAM. Belum lagi pembuangan limbah yang tidak beraturan. Belum habis perjuangan masyarakat dalam aksi protesnya, datang lagi PT Teja Setia Kawan yang mendapat ijin eksploitasi tambang marmer di lokasi Fatlik desa Kuanoel Kecamatan Fatumnasi.
Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatamnas) di Jakarta merespons aksi protes masyarakat adat Mollo Fatumnasi dengan melaporkan perusahaan itu ke Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta.

Karena itu, Komnas HAM meminta Bupati TTS Daniel Banunaek untuk memberikan penjelasan secara rinci tentang kasus penambangan marmer di kawasan pegunungan Mollo di Kecamatan Mollo Utara dan Kecamatan Fatumnasi.

Sementara anggota DPRD TTS Sefrits Nau menilai, langkah pemerintah menjual batu marmer dengan memotong bukit dengan maksud mendapat pemasukan bagi PAD adalah
tindakan yang sangat keliru. "Secara pribadi, saya mau katakan bahwa bukit batu itu adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Jika dipotong lalu
diambil, maka habis sudah. Sumber air dan hutan di bukit itu akan habis dan tempat adat seperti batu pemali (fatukanaf) dan air pemali (oekanaf) dicemari
oleh aktivitas tambang. Ini yang sangat disesali," ujar Nau seperti dikutip sebuah harian di NTT. Dia menyarankan agar kawasan itu dijadikan pariwisata dengan pemandangan di Fatumnasi yang sangat indah dan udaranya yang sejuk. Masyarakat juga akan mendapatkan manfaat luar biasa dari situ.

Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Universitas Nusa Candana Kupang yang melakukan Studi Aspek Lingkungan Perubahan Fungsi Cagar Alam Gunung Mutis Menjadi Kawasan Taman Nasional dalam laporan akhirnya kepada pemerintah Kabupaten TTS juga menyatakan, penambangan marmer yang sedang dan akan datang dapat menimbulkan kerusakan habitat, menurunkan produktivitas lahan dan mengancam tata air
yang dapat mengakibatkan penurunan produksi tani seperti perladangan, tegalan dan sawah. Hal itu juga akan menimbulkan kecemburuan sosial dan keresahan di
kalangan masyarakat. Selain itu penambangan juga dapat
menimbulkan kerusakan prasarana transportasi.

Bersandar Pada Faut Kanaf
Masyarakat Mollo - TTS pada khususnya atau Timor (Barat) pada umumnya pasti mengenal karakteristik Gunung Mutis. Demikian juga apa pandangan masyarakat Mollo terhadap Gunung Batu yang berkandungan Marmer itu?

Secara turun temurun yang dituturkan dari generasi ke generasi, masyarakat yang mendiami wilayah mutis dan sekitarnya sangat mengagungkan batu-batu yang
menjulang tinggi ibarat pohon itu dikenal dengan nama Faut Kanaf/Batu Nama. Di bawah Faut Kanaf keluarlah mata air yang disebut Oe Kanaf/Air Batu Nama. Faut
Kanaf yang diyakini masyarakat yang mendiami kawasan Mutis telah membentuk mata air-mata air yang mengalir dan menyatuh dalam kebersamaan membentuk DAS Benain
dan DAS Noelmina. Kedua DAS yang bersumber dari Faut Kanaf ini telah memberikan kehidupan bagi masyarakat Timor Barat pada khususnya.

Dengan demikian Faut Kanaf atau Batu Nama bukanlah sembarangan Batu tetapi batu yang memiliki makna lebih dalam kaitan dengan pembentukkan hidrology. Karena itu, Faut Kanaf dan Oe Kanaf, oleh masyarakat Mollo dinilai sebagai sumber kehidupan. Maka batu yang menjulang tinggi ibarat pohon itu tetap dipelihara masyarakat sebagai sumber kehidupan.

Dari berbagai penelitian yang akhirnya diketahui bahwa Faut Kanaf ternyata memiliki nilai milyaran bahkan triliunan jika dieksploitasi. Pada gilirannya Faut Kanaf menjadi kejaran para investor untuk meraup keuntungan.

Bagi masyarakat di wilayah Mollo, gunung batu (marmer) memiliki nilai yang sangat tinggi untuk menjamin kelangsungan hidup, seperti ketersediaan air. Tidak
saja bagi masyarakat di wilayah itu namun juga untuk masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) secara keseluruhan.

Secara ekologis, posisi atau letak batu yang berada di puncak gunung merupakan salah satu wilayah tangkapan dan tendon air yang baik disamping hutan. Sebagai
wilayah tangkapan air, batu di wilayah Mollo merupakan sumber air (hulu) bagi sungai besar di Provinsi NTT yaitu Benenain dan Noelmina yang menjadi sumber air
utama bagi masyarakat.

Jika batu ini ditambang atau dirusak, maka keseimbangan ekologis, khususnya dalam ketersediaan air bagi masyarakat akan sangat terganggu, apalagi wilayah NTT merupakan salah satu daerah yang selalu mengalami kekeringan setiap tahunnya.
Disamping itu, daerah di sekitar lokasi pertambangan merupakan satu wilayah produktif yang telah menghidupi masyarakat secara turun temurun. Masyarakat
memanfaatkannya sebagai lahan pertanian.

Ibu Aleta Baun soerang pejuang perempuan masyarakat adat Mollo menyatakan kekesalan atas prilaku eksploitatif investor yang bekerjasama dengan pemerintah untuk menambang marmer dar Faut Kanaf adalah suatu tindakan yang sangat tidak berpihak pada
kearifan masyarakat dan keberlangsungan tata-hidrology demi keberlangsungan hidup masyarakat.

Disamping alasan yang bersifat ekologis, ada pula alasan yang didasarkan pada kultur atau kebudayaan masyarakat setempat. Batu yang sering mereka sebut Faot Kanaf memiliki hubungan langsung dengan sejarah enam belas marga masyarakat Mollo yang tersebar di daratan pulau Timor. Hal inilah yang menentukan identitas masyarakat Mollo, sehingga masyarakat tidak pernah mengenal istilah marmer untuk ditambang.
Masyarakat hanya mengenal batu yang telah menghidupi masyarakat selama ini.

Dengarkan suara masyarakat
Berdasarkan kondisi tersebut maka cara penyelesaian kasus ini secara adil adalah mendengarkan secara langsung suara masyarakat. Selama ini proses penyerahan tanah hanya dilakukan secara sepihak, yaitu antara perusahaan atau Pemerintah Daerah dengan para tokoh adat (Amaf). Pemerintah juga telah memanipulasi masyarakat dengan
menggunakan struktur adat yang notabene masih ada masalah dengan masyarakat. Inilah yang menjadi salah satu faktor pemicu utama dalam konflik ini. Jika demikian, Aleta Baun mempertanyakan dimanakah hati nurani pemerintah? Faut Kanaf dan Oe Kanaf adalah
sandaran hidup masyarakat.

Info lebih lanjut:
Cor. Sakeng
Telp Kantor ANIMASI +6238821557
HP 081339481143.

NTT: Nasib Tak Tentu?

Yanuarius Koli Bau, Dosen Undana dan aktivis LSM di Kupang

Nusa Tenggara Timur menyimpan berjuta potensi, tetapi
juga menyimpan berjuta duka, betapa tidak? data
terakhir menyebutkan provinsi ini mempunyai lebih dari
1100 buah pulau (1190 buah)-satu potensi yang sangat
besar untuk wisata bahari dan berbagai kegiatan
lainnya. Provinsi ini juga mempunyai banyak keunikan
seperti Danau Kelimutu, Taman Laut di Maumere, Riung,
Komodo dengan biawak raksasanya, bahkan di beberapa
tempat terdapat sumber air panas yang menggiurkan.
Selanjutnya dengan ditemukanya Homo Florensis di
Lubang Bua (Manggarai) NTT berpeluang untuk dikenal
dan mungkin juga sejahtera.

Kenyataan yang ada sekarang justeru sebaliknya! Junlah
orang miskin semakin bertambah dari tahun ke tahun
sementara dana pemerintah dan dana dana lain yang
dihabiskan juga semakin besar. Laporan Gubernur NTT
misalnya menyebutkan bahwa beberapa Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) juga menghabiskan biaya sangat besar
tetapi tidak ada hasil yang nyata; dalam tahun 2006
katanya LSM yang sempat dipantau menghabiskan Rp.119
milyar rupiah tetapi hasilnya tidak tampak
(benarkah?).

Satu lagi persoalan yang cukup merisaukan adalah
semakin besarnya kesenjangan antara yang kaya-miskin,
kota-desa. Jika laporan badan dunia menyebutkan pada
tahun 2006 10% penduduk dunia menikmati 80% kekayaan
dunia dengan angka gini sekitar 0,88- NTT tampaknya
tidak jauh berbeda dari kondisi dunia. Siapakah yang
akan mengatasis emua itu? Walikota dan para bupati
yang mengubar jajni ketika Pilkada, Gubernur yang
mengumbar janji atau....?
Salam perjuangan!