Sunday, October 14, 2007

Al Jazeera's Video about Severe Drought and Malnutrition in West Timor

Menelusuri Berita Krisis Pangan Al Jazeera di Timor Barat


Untuk menelusuri Berita krisis pangan di Timor Barat oleh wartawan Al Jazeera, Step Vaessen, yang kemudian dikutip Koran Tempo (di bagian bawah tulisan ini), dan sejumlah media on line, tiga orang aktivis:
Patrisius Usfomeny (Oxfam GB), Anton Jawamara, dan Rensi Felixitas (PMPB Kupang) melakukan investigasi langsung.

Catatan dari Desa Rafae, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, NTT

(14 October 2007):

Berdasarkan observasi lapangan dan wawancara langsung dengan Kades Rafae, Yosef Tefa dan beberapa warga Rafae, sebenarnya situasi yang terjadi di Rafae tidak seperti yang dilaporkan oleh Al Jazeera dan Koran Tempo tertanggal 11 October 2007.

Koran Tempo melaporkan adanya kematian 17 warga Desa Rafae karena kelaparan sejak bulan Mei hingga Agustus 2007. Yang benar adalah 17 warga itu meninggal karena berbagai macam penyakit dan kecelakaan lalu lintas. Kades Rafae menyatakan saat itu wartawan Al Jazeera hanya menanyai berapa warga yang meninggal selama masa kepemimpinannya sejak Mei, dan dia menyebut ada 17 warga, tetapi kemudian diberitakan ad 17 warga Rafae meninggal karena kelaparan. Kades Rafae hanya diwawancarai oleh Al Jazeera yang langsung datang ke lokasi 1 kali, tetapi tidak pernah diwawancarai oleh wartawan Koran Tempo.

Bahwa memang sedang terjadi krisis pangan di Desa Rafae bahkan juga di desa-desa sekitar. Kondisi ini juga diikuti dengan beberapa kasus gizi buruk dan gizi kurang yang dialami balita. Ada 14 kasus gizi buruk dan 86 kasus gizi kurang. Tidak ada marasmus dan kematian warga karena kelaparan. Bantuan pangan dari pemerintah belum turun walau sudah diminta oleh Kades, dan Raskin masih dipending karena diberitakan akan ada kenaikan harga Raskin dari sebelumnya Rp. 1000/kg.

Ada dua lembaga internasional yang sedang bekerja di Rafae saat ini, yakni CRS sejak 2005 dengan program air bersih dan sanitasi serta Posyandu disertai distribusi makanan tambahan untuk balita seperti susu, minyak, kacang-kacangan. Juga ada Care dengan Program Sense-nya yang didukung oleh AusAid yang baru mulai bekerja di Rafae tahun ini. Kegiatan yang dilakukan antara lain berupa kebun percontohan dan pengadaan air bersih untuk aktivitas pertanian warga.

Kades dan warga menyatakan memang saat ini persediaan pangan mereka (sekitar 70 % warga desa) sudah sangat menipis, karena gagal panen yang terjadi dalam musim tanam tahun ini akibat kekeringan panjang dibanding tahun lalu. Persediaan pangan berupa padi, jagung, ubi kayu, pisang hanya akan mencukupi hingga 1-2 bukan ke depan. Masa yang perlu diwaspadai adalah pada Desember – Februari 2008 (musim hujan) karena saat itu persediaan makanan mereka sudah habis dan keterbatasan akses untuk mencari pekerjaan akibat hujan dan kesibukan mereka untuk menyiapkan lahan pertanian. Untuk saat ini coping yang dilakukan warga adalah menjual ternak kecil seperti ayam, mengurangi porsi dan frekuensi makan, mencari kerja keluar atau di sekitar desa untuk mendapatkan income untuk membeli pangan, menjual komoditi hutan seperti asam, mencari makanan dari hutan seperti ubi-ubian dan kacang-kacangan. Coping yang terakhir ini tidak akan bertahan lama karena dalam masa “lapar tahunan” (terjadi tiap tahun sekitar 6 bulan), jenis-jenis makanan hutan tersebut telah dikonsumsi, sehingga akan ada gap yang terjadi sekitar 3-4 bulan ke depan nanti.


-----------------------------------------------------------------
Kamis, 11 Oktober 2007
Headline
17 Warga Tewas Kelaparan Bantuan susu, obat, ataupun makanan bayi tak
kunjung datang.

JAKARTA - Sebanyak 17 warga Desa Rafae, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur, tewas kelaparan.

Sejak 5 bulan lalu, hampir 70 persen orang dewasa di desa yang mayoritas penduduknya petani jagung ini sulit mencari makanan karena dilanda paceklik. "Sejak Mei sampai Agustus, sudah 17 orang yang meninggal karena kelaparan," kata Kepala Desa Rafae,Yosef Tefa, kepada Tempo kemarin.

Kelaparan juga menyebabkan 14 anak balita menderita gizi buruk. "Satu di antara mereka meninggal," kata Yosef. Kondisi kesehatan balita yang usianya rata-rata 2 bulan hingga 2 tahun itu terus menurun. Keadaan mereka sangat mengenaskan. Tubuh mereka semakin
kurus, perut membesar, dan wajah pucat. Bantuan susu, obat, ataupun makanan bayi tak kunjung datang.

Yosef menjelaskan musim kemarau telah menyebabkan berhektare-hektare ladang jagung kekeringan. Kondisi itu diperparah dengan munculnya hama belalang yang menyerang tanaman jagung yang tersisa. Akibatnya, penduduk desa kehilangan mata pencaharian dan sumber
makanan.

Di wilayah itu, 1.716 jiwa atau 351 keluarga kini hanya mengandalkan makanan seadanya. Sejak Mei, ratusan warga Desa Rafae hanya makan umbi-umbian yang diambil dari halaman rumah. "Tidak ada lagi jagung dan beras di lumbung desa kami," kata Yosef.

Selain paceklik, pada Agustus lalu wabah diare juga sempat menyerang ratusan anak-anak di desa tersebut. Tidak ada korban meninggal, tapi diare menyebabkan kondisi fisik anak-anak semakin lemah.

Berkaitan dengan masalah ini, Yosef menyatakan bantuan obat-obatan dari Dinas Kesehatan setempat sudah diberikan. Namun, jumlahnya sangat terbatas. "Banyak orang sakit yang belum ditangani," katanya.

Untuk itu, kata Yosef, warga desa sangat mengharapkan bantuan. Sebab, sudah tidak ada lagi
persediaan makanan ataupun obat-obatan. Penduduk juga kesulitan mencari air bersih karena kemarau > mengeringkan sumur dan mata air. NININ DAMAYANTI
> KORAN