Friday, September 14, 2007

N T T (Not only Think and Talk)

Orang bijak mengatakan : No Action, No Happen yang dalam artian bebasnya Tanpa Aksi Tidak Akan Terjadi Perubahan Apa-apa.

Dikalangan masyarakat NTT beredar beberapa akronim tentang NTT, mulai dari ‘Nanti Tuhan Tolong’ hingga ‘Nasib Tak Tentu’ , harapannya ke depan akronim semacam ini dapat berubah menjadi Nasib Tergantung Tekad, dan akhirnya dapat berlabuh pada akronim Nikmat Tiada Tara’.

Namun dalam kenyataan, setelah melalui pergantian kepemimpinan berulangkali baik ditingkat propinsi sampai ke tingkat kabupaten & kotamadya, dan juga perubahan kebijakan pemerintah pusat dari pendekatan sentralistik di jaman Orde Baru sampai pelaksanaan desentralisasi melalui otonomi daerah (OTDA) di era Reformasi, realisasi pemekaran beberapa kabupaten dalam rangka mendekatkan pelayanan publik dan mempercepat menuju sejahtera, ternyata NTT masih saja dihadapkan permasalahan yang sama berulang- ulang , dimulai dari yang paling dasar tentang kebutuhan dasar hidup manusia seperti belum dapat terpenuhinya kebutuhan pangan untuk seluruh warga NTT karena belum kuatnya ketahanan pangannya, belum tersedianya layanan air bersih yang menjangkau sebagian besar warga NTT, layanan kesehatan yang belum merata, kekeringan dll.

Berita yang sering tersiar melalui media massa cetak maupun elektronik mengenai NTT lebih sering dikaitkan dengan masalah busung lapar, rawan pangan, kekeringan dan masalah klasik tentang KKN para oknum pejabat publik yang tak pernah terselesaikan secara hokum--yang memihak keadilan. Jarang ada berita tentang NTT terkait misalnya pembangunan ratusan embung untuk memanen air karena terbatasnya musim hujan untuk memenuhi kepentingan pertanian dan peternakan, tersedianya jaringan pipa air bersih untuk warga desa didaerah terpencil, terkelolanya hutan dan lingkungan secara baik atau mulusnya jalan beraspal hotmix di desa-desa terpencil NTT.

Mencoba megurai benang kusut kemiskinan di NTT merupakan pekerjaan rumah yang ‘ruar biasa” karena banyak menyentuh ranah yang sensitif dan tali temali kepentingan yang berbeda dan sering berbenturan satu dengan lainnya.

Namun secara sederhana sebenarnya maju tidaknya suatu daerah sangat bergantung pada komitmen kerakyatan dari para “leader/pemimpin” baik non formal maupun formal.

Seperti halnya perumpamaan, jika dalam suatu tumpukan campuran batu putih dan hitam , meski sebagian besar tumpukan batu tersebut didominasi oleh batu hitam, selagi masih ada satu saja batu putih, maka batu hitam akan tetap kelihatan hitamnya dan tidak mungkin disebut sebagai batu putih. Dalam analogi diatas, sebenarnya selama masih ada ‘pemimpin yang bersih’, maka pemimpin yang kotor akan tetap terlihat kotor meski telah diupayakan dibersihkan dengan berbagai cara dan juag melalui berbagai tipu muslihat.

Artinya kedepan yang dibutuhkan untuk mengarahkan dan mempercepat biduk NTT mengarah ke sejahtera adalah:

  1. Kepemimpinan kolektif yang kuat, bersih dan berkomitmen tinggi untuk mensejahterakan rakyatnya, bukan berorientasi pada penumpukan aset/kekayaan pribadinya maupun kekuasaan melalui cara-cara yang tidak beradab (KKN, mendasarkan pada primordial, dsb)
  2. Memperkuatorganisasi- organisasi rakyatyang mampu melaksanakanperan kontrol mewakili warga/rakyat NTT terhadap kinerja DPRD sebagai representasi aspirasi rakyat dan juga terhadap layanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (termasuk didalamnya dinas-dinas terkait) sehingga tercipta tatanan pemerintahan daerah yang bersih (clean local government), terkelola secara baik (good local governance) dan demokratis.
  3. Prioritas alokasi dana pembangunan yang lebih untuk menyediakan pembangunan infrastruktur dasar yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi secara nyata menghubungkan perdesaan dan perkotaan secara baik dan memadai seperti pembangunan jalan menuju desa (baik dalam bentuk semenisasi maupun dengan aspal) sehingga mobilitas penduduk menjadi lebih mudah dan murah serta mudahnya akses informasi (termasuk info harga komoditi pertanian) yang mudah karena terbukanya isolasi daerah terpencil.sehingga harga hasil pertanian dihargai secara layak, tersedianya listrik untuk penerangan belajar anak-anak maupun mendukung industri rumah tangga, tersedianya telekomunikasi sehingga tidak perlu banyak mobilitas warga yang membutuhkan banyak biaya untuk transportasi dll
  4. Memilih pemimpin daerah disegala bidang dan tingkatan (Gubernur, Bupati, Walikota, Para Kadis, DPRD, Jaksa, Hakim dll) secara bijak dan kritis melalui sistem rekruitmen yang tidak mendasarkan pilihan melalui pertimbangan SARA atau lainnya, kecuali berdasar kompetensi dan integritas pribadinya yang teruji (jujur, disiplin, beriman, berilmu, beramal, mampu memberi keteladanan nyata dalam kehidupan keseharian dll).
  5. Mengembangkan aset SDA secara bijak dan berkelanjutan seperti penanaman tanaman kayu bangunan sebagai bentuk pengembangan hutan rakyat, pengembangan ternak besar , pengembangan rumput laut , perikanan (darat dan lautan) , pariwisata berbasis budaya dan sumber daya alam dll.
  6. Memperkuat ekonomi rakyat melalui pengembangan UKM, penumbuhan jiwa wirausaha dikalangan masyarakat, penyediaan BDS (Bussines Development Services), pengembangan Lembaga Keuangan Mikro yang mudah diakses rakyat kecil tanpa agunan, mengurangi biaya sosial yang terlalu boros akibat terlalu banyaknya pesta yang berlebihan dll.
  7. Pengelolaan manajemen pembangunan yang berorientasi “result/hasil” yang dapat diukur melalui perencanaan kinerja yang realistis berdasar prinsip efektivitas dan efisiensi , akuntabilitasdan transparan
  8. Kebersamaan yang sinergis antara para peneliti dan akademisi disatu sisi dengan kebutuhan nyata ditingkat masyarakat sehingga Pemda dapat menyediakan dana yang cukup untuk biaya penelitian dan pengembangan yang terapan dan langsung bisa dinikmati oleh masyarakat luas.

Belajar dari Kabupaten Gorontalo

Menarik sharing pengalaman yang disampaikan Bupati Gorontalo dalam sebuah lokakarya yang dilaksanakan baru-baru ini di Kupang. Beliau memaparkan bagaimana membangun Kabupaten Gorontalo dengan berbasis pada pengembangan ekonomi rakyat dan membangun sistem pemerintahan daerah yang visioner dengan visi: “Terwujudnya Pemerintahan Daerah yang Bersih, Demokratis, Menjunjung Tinggi Supremasi Hukum Demi Terciptanya Masyarakat Sejahtera, Mandiri dan Berkeadilan Sosial.

Ia menegaskan, yang utama dalam memajukan suatu daerah adalah komitmen dirinya sebagai Kepala Daerah untuk memajukan kesejahteraan rakyat dan bukannya berorientasi pada kekuasaan/jabatan maupun kekayaan pribadi. Diceriterakan bagaimana sebagai seorang bupati, beliau mendelegasikan wewenangnya dalam kaitannya dengan masalah keuangan daerah yang langsung ditangani oleh Wakil Bupati dan Sekda, sehingga beliau dapat lebih banyak meninjau situasi nyata di lapangan.

Dalam memperkuat ekonomi rakyat, maka didirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sahamnya dimiliki masyarakat dan disetiap kecamatan terdapat gabungan BUMDes yang diberi nama “PT.Agro Potombulu”. Di PT ini para camat bertindak sebagai Komisaris PT tersebut. Sedangkan Pemda bertindak sebagai pemberi modal awal pada setiap desa dan setelah digabung akan menjadi modal awal PT tersebut dimana untuk pelaksanaannya akan merekrut pemuda setempat yang berpendidikan. Transparansi juga ditunjukkan lewat lelang tender proyek Pemda secara bersamaan waktunya di halaman kantor bupati.

Masih banyak trik yang coba diterapkan bupati dalam rangka mewujudkan visi misi kabupaten yang dipimpinnya. Memang kejujuran dan ketegasan beliau sebagai pemimpin ditunjukkan lewat ‘penghargaan bagi yang berprestasi dan hukuman bagi yang melanggar aturan dan tidak berprestasi” sehingga untuk menegakkan aturan terpaksa mencopot dua Kadisnya dimana satu orang Kadis terpaksa masuk penjara. Untuk mengukur kinerja maka semua kades membuat kontrak kinerja dengan beliau selama 1 tahun , juga semua Kadis dan satuan kerja yang ada sehingga mudah dalam menentukan kinerja aparatnya. Disamping itu semua satuan kerja juga mendapat tanggung jawab untuk memonitor desa-desa dampingannya. Dengan adanya kontrak kinerja dengan para Kepala Desa maka Angka Keluarga Miskin Tahun 2006 berkurang 15,29% dari 37,34% atau 6.477 KK dari 40.696 KK pada awal adanya Kontrak Kinerja

Perlukah kita malu belajar dari kabupaten lainnya ?

Orang bijak mengatakan, untuk manambah ilmu pengetahuan, kalau perlu kita belajar sampai ke negeri China. Namun untunglah di kabupaten tetangga Gorontalo telah ada upaya uji coba menerapkan peluang otda secara bertanggung jawab dan langsung dapat dinikmati masyarakatnya. Otda dimaknai sebagai peluang emas untuk mendekatkan layanan publik pemda sebagai penyelenggara negara ditingkat kabupaten dalam rangka mempercepat mewujudkan kesejahteraan bagi warganya.

Alangkah bahagianya jika seluruh kabupaten di NTT juga dapat belajar dan berefleksi mengenai sudah seberapa banyak manfaat adanya Otda dan sudah seberapa meningkat tingkat kesejahteraan warganya yang dapat diukur paling mudah dengan berkurangnya jumlah KK miskin dan semakin mulusnya jalan jalan menuju desa-desa terpencil. Sudah saatnya kalau tidak boleh dibilang terlambat, untuk memanfaatkan secara efisien dan efektif dana DAU dan DAK sebagai modal investasi digabung dengan segala potensi lokal yang ada seperti PAD dlluntuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat NTT sehingga masyarakat Indonesia secara luas lebih mengenal NTT dari sisi positifnya dan berkontribusi terhadap kemajuan Bangsa Indonesia.

Sudah terlalu lama kita hanya berkutat dengan lebih fokus pada masalah dan hanya terus menerus mencari sebab musabab terjadinya kemiskinan di NTT, terlalu banyak seminar, lokakarya dan sejenisnya yang membahas tentang kemiskinan, dan sudah selakyaknya apabila kita lebih berfokus pada pencarian solusi yang integratif dan tindakan aksi nyata yang mampu mengangkat NTT sejajar dengan propinsi maju lainnya di Indonesia.

Yang lebih penting apakah kita mau secara kolektif dan sinergis menggalang semua kekuatan dan meninggalkan ego sektoral masing-masing dan berkomitmen penuh lewat karya nyata, bukan hanya retorika belaka. Jika ada kemauan, pasti akan ada jalan, dan sebagai kaum beriman sudah selayaknya tugas dan pengabdian dimanapun juga dimaknai sebagai perwujudan iman dalam perbuatan. Mari kita hentikan saling menyalahkan, KKN , politik intrik dsb, dan kita satukan energi positip kita untuk bahu membahu mewujudkan NTT (Nikmat Tiada Tara). Semoga!!!

YBT Suryo Kusumo, Pengembang masyarakat tinggal di Kupang