Thursday, June 7, 2007

Mimpi Memberantas Korupsi di NTT

Andre P Therik

Jaringan informasi NTT online memberitakan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, Brigjen (Pol) Drs. R. B. Sadarum, S.H, dalam rapat gabungan Komisi DPRD NTT yang dipimpin oleh Ketua DPRD NTT, Drs. Melkianus Adoe, pada hari Senin (14/5/07), bertekad memberantas tuntas berbagai jenis perjudian di NTT, dan malah berjanji untuk melibas habis apabila ada anggota yang terlibat untuk membackup semua bentuk perjudian. Tentunya tekad Pak Kapolda untuk memberantas judi bukan hal yang baru lagi karena sejak Presiden SBY mengangkat Jendral Sutanto sebagai Kapolri untuk memimpin lembaga kepolisian di negeri ini, judi sudah menjadi salah satu musuh baru bagi pihak kepolisian di NTT.


Judul tulisan diatas bermaksud untuk menantang Pak Kapolda NTT beserta semua pimpinan lembaga hukum terkait lainnya untuk lebih giat dan kreatif mengivestigasi kasus korupsi di semua instansi pemerintahan di NTT . Kalau saja Pak Kapolda dan semua aparat penegak hukum bertekad membasmi judi, maka mereka juga harus mempunyai semangat yang lebih tinggi untuk melakukan penyelidikan yang berkualitas, terarah,konsisten and netral, di setiap kasus kasus korupsi yang terjadi di bumi flobamara serta berjanji untuk memberikan sangsi kalau ada oknum aparat yang secara sengaja melindungi koruptor di NTT .
Bernadus Tokan dalam tulisannya di NTT online juga memaparkan bahwa Badan Pemeriksaan Keuangan menyebutkan pada tahun 2006 ada indikasi penyelewengan dana sebesar Rp. 484,5 milliar, dan sampai sekarang statusnya masih gelap. Sebuah nilai yang menakjubkan dan sudah pasti sangat jauh sekali dengan omset perjudian seperti judi sabung ayam, bola guling, kuru-kuru, ataupun judi kartu dan togel yang selama ini dilakukan oleh tingkat masyarakat menengah kebawah karena bermimpi bahwa judi bisa membuat menjadi cepat kaya.


Salah satu alasan mengapa sulitnya mencegah dan memberantas korupsi di republik ini, khususnya di NTT adalah sangat lemahnya kontrol , akses dan pemahaman masyarakat secara langsung terhadap perilaku korupsi, khususnya pada saat program –program pemerintah yang diusulkan bukan berdasarkan prioritas atau kebutuhan masyarakat dan lebih mengacu pada proyek mercu suar dan infrastruktur besar yang tidak berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat ,sehingga mengakomodir kepentingan golongon tertentu dengan maksud tertentu tanpa mempertimbangkan dari aspirasi dari kelompok masyarkat lainnya seperti perempuan,anak, dan perwakilan adat.


Beda dengan kejahatan lain yang biasanya dibenci masyarakat, korupsi tidak kelihatan langsung perilakunya dan akibatnya tidak dirasakan langsung. Yang dirugikan pun tidak kasat mata terlihat. Walhasil masyarakat tidak begitu peduli pada perilaku korupsi di sekitarnya. Bahkan banyak kasus sebenarnya membuktikan bahwa masyarakat yang berada disekitar pelaku korupsi biasanya diuntungkan karena biasanya pelaku korupsi, terutama yang bernilai besar, akan dihormati dilingkungannya karena “kedermawanan”. Sumbangannya mengalir setiap ada acara-acara sosial atau pembangunan rumah ibadah, dan si koruptor dengan cepatnya melakukan aksi ”pencucian uangnya”, atas nama kegiatan sosial,agama dan kemasyarakatan.


Ternyata usaha untuk mencegah dan memberantas korupsi hanya masih sebatas mimpi karena kurangnya komitment aparat penegak hukum di NTT yang ingin memberantas korupsi. Semua kasus korupsi selalu terbentur oleh berbagai macam alasan dan kepentingan, mulai dari kurangnya staff penyelidik , kemampuan mengartikan arti undang-undang anti korupsi ataupun kalo ada kasus korupsi yang diangkat, cuma hanya untuk pemeriksaan saksi yang mendapat perhatian besar media massa tapi tiba-tiba berita tersebut hilang di telan bumi.