Tuesday, December 18, 2007

Tiga Siswa Menyibak Keganasan Penambang

Oleh: Polce Amalo

ANGIN musim panas di akhir Juli 2007 menerjang wajah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tiga siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) 2 di kota itu, bersama seorang guru berjalan menuju pantai Pantai Pasir Panjang, Kelurahan Kelapa Lima. Peluh membasahi wajah mereka.

Ketiganya, Kristina Puu Heu, Jefry Tuan, dan Alyan M Sioh, serta guru pembimbing Marselina Tua akan mengumpulkan data, memulai penelitian soal tingkat kerusakan terumbu karang di sepanjang pantai tersebut.

Penelitian yang membawa Kristina dan dua rekannya menjuarai seleksi karya ilmiah tingkat nasional terumbu karang di Jakarta, 26 Agustus 2007. Karya itu ditulis dari hasil penelitian yang hanya membutuhkan waktu tidak kurang satu minggu.

Sejak 2000, di pesisir pantai Pasir Panjang, aktivitas penambangan terumbu karang dilakukan sedikitnya oleh lima warga. Waktu terus berjalan hingga di penghujung 2007, keindahan terumbu karang, yang berfungsi sebagai rumah dan sumber makanan berbagai jenis makhluk hidup di bawah laut itu, justru terus digerus. “Sudah tujuh tahun mereka (lima warga) merusak terumbu karang di sekitar pantai,” kata Marselina Tua.

Tak jauh dari situ, terpampang papan bertuliskan larangan ada aktivitas penambangan di sepanjang pantai. Papan itu dipajang Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Timur selama bertahun-tahun. Toh, penambangan terumbu karang terus berlangsung tanpa ada upaya pencegahan dari pihak berwenang. Selain itu, jarak lokasi penambangan tidak lebih satu kilometer di arah barat kantor Wali Kota Kupang, atau sekitar 50 meter di sisi barat Jalan Timor Raya.

Tiap hari, ruas jalan Timor Raya dipadati kendaraan bermotor. Termasuk kendaraan dinas milik pegawai dinas pertambangan dan energi. Kerap, pejabat kantor pemerintahan provinsi, juga kabupaten, dan kota menjamu tamu mereka di dua restoran yang dibangun di dua sisi Jalan Timor Raya. Tetapi lain di pantai, aktivitas penambangan tak pernah dibendung.

Kini, pantai berpasir putih itu jadi saksi bisu keganasan penambang. Tak henti-hentinya mengambil terumbu karang kemudian disusun melingkar di lokasi berbeda sebelum dibakar menjadi kapur. Kita seolah lalai atau kurang memedulikan, bahwa manusia sangat bergantung pada ekosistem alamiah. Karena, dari alam pula, makanan, dan kebutuhan lainnya diperoleh.

Hasil penelitian mereka, cukup mengejutkan. Selama tujuh tahun kegiatan penambangan, terumbu karang yang rusak mencapai 56.376,6 meter persegi, atau tidak kurang 20.296 ton ikan hilang selama periode itu.

Ini didasarkan pendapat Bambang Murdiyanto dalam buku Ekosistem Terumbu Karang, 2003 yang menulis, satu kilometer persegi terumbu karang yang sehat menghasilkan 36 ton ikan/tahun. Apa boleh buat, lingkungan kawasan pesisir Pantai Pasir Panjang telah dikepung aneka persolan, mulai ancaman abrasi sampai pencemaran lingkungan. Pemerintah diminta serius mencegah ini.

Menurut Krisna, penelitian berawal dari kepedulian pelajar terhadap penyelamatan lingkungan, atas prakarsa Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang Tahap II (Coral Reef Rehabilitation and Management Programme-Coremap-Phase II) Nusa Tenggara Timur bersama dinas kelautan dan perikanan setempat.

Pemrakarsa ingin menciptakan kepekaan berpikir dalam pelestarian terumbu karang di kalangan pelajar. Meskipun, banyak warga belum memandang pelestarian terumbu karang dan kebersihan pantai sebagai bagian dari menyelamatkan lingkungan. “Setelah beberapa lama meneliti persoalan terumbu karang, kami makin tahu pentingnya menyelamatkan lingkungan,” katanya.

Isu penyelamatan terumbu karang inilah yang menempatkan ketiganya sebagai peringkat pertama lomba yang menampilkan 140 makalah dari seluruh provinsi tersebut. Sebelumnya, selama proses seleksi di tingkat provinsi, ketiganya sempat tidak masuk hitungan tim juri. "Kami cuma menempati peringkat tiga 19 makalah. Juara satu dan dua disabet anak-anak SMA Negeri 1 Kupang," tutur Kristina.

Selama beberapa lama melakukan penelitian, mereka sadar bahwa penyelamatan pantai sangat penting. Misalnya, tidak membaung sampah di pantai, dan warga harus saling mengingatkan, tidak merusak keindahan dan panorama pantai, atau mengambil terumbu karang. Bukan pemandangan aneh, ketika matahari mulai memancarkan sinarnya, air laut tampak membiru. Tetapi ketika matahari sudah ke peraduan, ratusan pengunjung tumpah ruah di sana. Mereka meninggalkan berbagai jenis bekas bungkusan makanan, dan air mineral berserakan.

Sementara itu, Marselina, Sarjana Biologi, Universitas Nusa Cendana tahun 1991 memahami kesulitan tiga siswanya, sebab, tidak mudah menyelesaikan penelitian dalam waktu singkat. “Kami bekerja keras tanpa kenal lelah,” katanya.

Kesulitan yang alami peneliti muda ini seperti wawancara. Ini diakibatkan wawancara harus dilakukan di tengah laut, termasuk pemotrean. Terumbu karang yang ada di pesisir pantai, sudah habis. Sekarang penambang sudah masuk terlalu jauh ke dalam laut. Karena itu, mereka harus naik perahu.


Tiba di tahap penulisan makalah, kesulitan baru dihadapi seperti penguasaan metodologi penelitian, dan kerjasama antaranggota tim. Di tahap presentasi makalah, mereka harus bekerja lebih keras karena ternyata ketiganya tidak siap tampil. “Mereka kurang mengusai panggung,” jelas Marselina. Hal yang sama diakui mereka. Itu yang akhirnya hanya menempatkan ketiganya di pemenang ketiga lomba tersebut.

Atas prestasi mereka di tingkat nasional, pada 19 Desember 2007, forum academia NTT for Development menganugerahkan kepada ketiganya Piala NTT Academia Award, Piagam, dan Uang Tunai dalam kategori studi kelautan. Prestasi mereka diharga karena mampu memproduksi pengetahuan dan inovasi yang relevan dengan pembangunan di Nusa Tenggara Timur.


NTT Academia Award ini juga akan diberikan kepada Kusa Bill Noni Nope, dosen Politeknik Negeri Kupang yang secara kolektif bersama Tim Mahasiswa Pasca Sarjana Unpar berhasil meraih juara I Simposium ke-IX Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi, dan Tim Robotika Politeknik Negeri Kupang melakukan inovasi teknologi robotika, dan menempati dalam 40 besar kelompok finalis dari 200 peserta dalam lomba inovasi robotika di ITS, Surabaya.