Thursday, October 11, 2007

TUNTUT TANGGUNGJAWAB PETINGGI PIMPINAN MILITER

Pernyataan Sikap

LAWAN POLITIK FITNAH DAN STIGMATISASI TNI !


Sudah lebih dari 10 tahun Indonesia bebas dari era kediktatoran Orde Baru, namun tampaknya demokrasi yang diharapkan belum berdiri tegak. Demokratisasi masih berjalan lambat tertatih karena dirongrong oleh sejumlah kaum yang masih mempertahankan warisan karakter politik Orde Baru. Sudah 62 tahun usia resmi Tentara Nasional Indonesia, namun tampaknya cita-cita mewujudkan TNI yang profesional, demokratis, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia masih jauh panggang dari api.

Karakter dan perspektif anti-demokrasi yang masih menjangkiti TNI, terutama di NTT, terbukti dengan ditemukannya sebuah dokumen materi Pendidikan Pendahuluan Bela Negara bagi sejumlah PNS yang diselenggaran di Makorem NTT pada tanggal 27 September 2007 yang lalu. Materi pendidikan tersebut secara jelas menuduh sejumlah organisasi seperti PRD, Papernas, PIAR, LMND, PMKRI, GMNI, SPKS, dan SRMK sebagai komunis. Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa “…kasus pemunculan PKI di NTT…(berupa) kegiatan yang dilaksanakan: membentuk suatu partai politik dengan merangkul semua aktivis yang beraliran sosialis kerakyatan yang kemungkinan merupakan underbow dari PRD yang diberi nama KP Papernas…membela kepentingan rakyat kecil yang dianggap tertindas dan diperlakukan tidak adil, termasuk masalah Tibo Cs”. Selanjutnya disebutkan: “kelompok yang merupakan mitra Papernas adalah PIAR, LMND, PMKRI, GMNI, JARKOT, SPKS, SRMK dan SEPARATIK”. Selain organisasi, sejumlah individu juga disebutkan di dalam dokumen tersebut, antara lain Dita Indah Sari, Dominggus Oktavianus Tobu Kiik, Pastur Robert Mirsel, SVD, Pius Rengka, Donatus Jo dan George Hormat serta Buce Brikmar. Pada halaman yang lain, disebutkan aktivitas perjuangan rakyat yang dituduh sebagai aktivitas komunis adalah penolakan penambangan Marmer, Penolakan pembangunan Markas Brigif di Soe, penolakan pembangunan Kompi atau Batalyon di Ende, penolakan perampasan tanah ulayat rakyat dan kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan rakyat.”

Selain dokumen tersebut, sejumlah informasi yang kami peroleh menunjukkan sejumlah aktivitas perwira TNI di NTT sebagai representasi lembaga TNI di NTT yang secara terbuka di beberapa forum menuduh sejumlah organisasi di atas sebagai komunis. Salah satunya dalam pertemuan dengan DPRD NTT, 4 Agustus 2007.

Jelas, dari dokumen materi pendidikan tersebut dan dari aktivitas Pimpinan TNI NTT, terbukti bahwa tentara bukan saja masih berpandangan seperti dulu, memandang dan mencap/menstigmatisasi setiap organisasi dan individu yang memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) sebagai komunis, sebagai underbow PKI. Lebih dari itu, tentara masih berpolitik dengan gaya lama, gaya politik kambing hitam dan stigmatisasi terhadap organisasi-organisasi pembela demokrasi dan hak asasi manusia. Coba buka kembali halaman surat kabar sebelum tahun 1998. Bukan saja organisasi pembela demokrasi dan HAM, bahkan setiap organisasi social politik di luar lingkaran GOLKAR dan TNI dituduh sebagai komunis, sebagai ekstrim kiri dan kanan. Bahkan pernah seorang Menkopolkam zaman Soeharto, karena begitu gemarnya main cap, main tuduh, menyatakan: “hati-hati bahaya ekstrim tengah” (sungguh bodoh, tidak ada satu kamus politik pun yang memuat istilah ekstrim tengah. Bahkan dari segi logika, yang namanya ekstrim adalah yang terlalu ke kiri atau terlalu ke kanan).

Mengapa Tentara Masih Gemar Memainkan Politik Kambing Hitam dan Stigmatisasi

Tindakan TNI seperti yang dicontohkan oleh pimpinan TNI NTT tentu tidak terjadi begitu saja. Ada sebab yang mendasarinya, baik yang berakar panjang ke belakang maupun yang berupa kepentingan-kepentingan TNI di kemudian hari.

Kami melihat, landasan dibalik politik kambing hitam, stigmatisasi dan fitnah yang dimainkan TNI di NTT adalah:

1. Politik kambing hitam, stigmatisasi dan fitnah yang dipraktikkan TNI dilatarbelakangi oleh mindset yang memandang rakyat sebagai unsur pasif yang tidak memiliki hak untuk terlibat menentukan kebijakan ekonomi dan politik.

Bagi TNI, Rakyat hanyalah objek dari pembangunan, yang cukup menerima apa yang direncakanan dan diputuskan penguasa, tidak memiliki hak untuk menolak meskipun merugikan dirinya.

Dengan perspektif tersebut, TNI juga memandang kesadaran rakyat sebagai statis, bahwa sejak dulu rakyat selalu pasif manut, menerima segala kebijakan pemerintah walaupun itu merugikan rakyat. Jika rakyat bangkit melawan, pastilah ada oknum atau organisasi yang memprovokasi.

2. Politik kambing hitam, stigmatisasi dan fitnah yang sedang dimainkan oleh TNI (yang direpresentasikan oleh …Pimpinan TNI NTT dan Korem yang dipimpinnya) merupakan politik mengisolasi kekuatan pro-demokrasi dari rakyat.

TNI menyadari peran kaum prodemokrasi yang menyebarluaskan kesadaran rakyat akan hak asasi di bidang sipil-politik dan ekonomi, social dan budaya. Bagi TNI, meluasnya kesadaran rakyat akan Hak Asasi dan Demokrasi merupakan batu sandungan bagi terlaksananya kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik TNI. Di NTT, kesadaran rakyat untuk menolak sejumlah proyek TNI yang merugikan rakyat, seperti pembangunan Markas Brigade Infanteri di Timor Tengah Selatan (TTS) dan pembangunan Kompi/Batalyon di Ende, tentulah harus segera disikapi dan diantisipasi agar tidak terjadi lagi kelak di kemudian hari. Jalan yang ditempuh TNI adalah dengan menakuti-nakuti rakyat bahwa kelompok yang selama ini berjuang bersama rakyat adalah komunis, adalah PKI. Dengan cara itu, TNI berharap persatuan antara rakyat dengan kaum pro-demokrasi akan pecah. Dan segeralah TNI mengambil untung dari kondisi tersebut.

3. Politik kambing hitam, stigmatisasi dan fitnah yang dilakukan TNI merupakan upaya mutasi kontradiksi dan penyelamatan citra.

Penolakan rakyat terhadap sejumlah proyek pembangunan instalasi TNI di NTT menambah panjang coreng di wajah TNI, coreng yang tampak jelas setelah kejatuhan Soeharto, ketika dimana-mana rakyat bangkit melawan tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan TNI, ketika kaum tani bergerak menuntut kembali tanah mereka yang dirampas paksa oleh TNI. Tindakan TNI untuk menutup malunya adalah dengan mengkampanyekan bahwa penolakan rakyat terhadap proyek-proyek TNI yang terjadi dimana-mana itu, bukanlah merupakan kesadaran sejati rakyat, melainkan hasil dari hasutan yang dilakukan oleh sejumlah LSM, Organisasi Mahasiswa dan Partai Politik Kerakyatan.

Kontradiksi atau pertentangan antara kepentingan rakyat untuk mempertahankan hak-haknya di satu sisi dengan kepentingan TNI untuk proyek-proyeknya yang merugikan rakyat di sisi lain, oleh TNI coba dimutasikan, coba dipalsukan menjadi pertentangan kontradiksi antara TNI dengan sejumlah Parpol Kerakyatan, LSM dan organisasi mahasiswa yang dituduh berhaluan Komunis. Selain menutup untuk menutup malunya, politik mutasi kontradiksi ini, jika berhasil diterima public, akan menjadi legitimasi bagi TNI untuk menghancurkan kekuatan prodemokrasi.

4. Yang sangat penting untuk menjadi kewaspadaan kita bersama adalah potensi hubungan saling-menguntungkan yang tercipta antara TNI dengan kepentingan investor pertambangan.

Kita pahami bersama bahwa semakin massif investasi pertambangan yang masuk dan akan masuk ke NTT, demikian pula semakin massif penolakan rakyat terhadap investasi dan rencana investasi tersebut. Dengan kondisi ini, TNI adalah institusi yang sangat dibutuhkan para pemodal untuk menjamin kelancaran ekspolitasi kekayaan alam di NTT. Di satu sisi, seperti yang terjadi di seluruh pelosok Nusantara, terutama pada masa kekuasaan Orde Baru, industri pertambangan menjadi sumber uang yang mengisi kantung-kantung para petinggi TNI.

Politik kambing hitam, stigmatisasi dan fitnah yang dilakukan TNI sangat mungkin bermotif upaya manakut-nakuti rakyat, memecah belah rakyat dan kaum prodemokrasi serta menakut-nakuti dan memacah belah kaum prodemokrasi. Dengan demikian, akan muluslah investasi-investasi pertambangan yang merugikan rakyat, yang mengeruk kekayaan alam NTT tanpa meninggalkan sedikitpun keuntungan bagi rakyat dan Pemda NTT. Dan bertambah teballah kantung-kantung para petinggi TNI oleh upah sebagai para “centeng atau tukang pukul” profesional.

Jangan Pernah Takut, Perjuangan Rakyat Harus Terus Digelorakan

Bagi kami, organisasi-organisasi dan individu yang korban politik kambing hitam, stigmatisasi dan fitnah yang dimainkan TNI, apa yang sedang ditunjukan oleh Pimpinan TNI NTT dan jajaran yang dipimpinnya bukanlah hal baru. Meskipun demikian, tindakan tersebut harus dilawan. Karena tidak hanya kami sendirian yang menjadi korban. Kami hanyalah contoh yang sempat disebutkan. Sasaran politik stigmatisasi ini adalah setiap individu mencita-citakan penegakkan demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Nusa Tenggara Timur, yang dengan berbagai cara dan berbagai lapangan aktivitas membaktikan hidupnya demi mewujudnya cita-cita tersebut.

Karena itu, kepada segenap organisasi dan individu serta kepada seluruh rakyat di NTT yang sedang memperjuangkan demokrasi dan hak-hak asasinya; rakyat korban tambang Marmer di Mollo-TTS, rakyat Lembata yang sedang berhadapan dengan pemodal raksasa penambangan emas, rakyat di Belu yang menjadi korban penipuan Babinsa, Rakyat Kuru di Ende, dll, dsb, kami menyerukan: Ayo bersatu, lawan intimidasi, stigmatisasi dan fitnah yang dilakukan TNI-Penguasa-Pemodal. Tingkatkan perjuangan, pertahankan hak asasi kita.

Kepada Arief Rahman selaku Pimpinan TNI NTT kami tuntut untuk mempertanggungjawabkan tindakan stigmatisasi dan fitnah, baik yang dilakukan langsung oleh dirinya, maupun oleh jajaran tentara yang dipimpinnya dengan mengajukan permintaan maaf dihadapan publik melalui media massa cetak dan elektronik di Kota Kupang

Jika permintaan maaf itu tidak segera dilakukan, Kepada Pandam Udayana, Kasad AD dan Panglima TNI kami menuntut agar segera mencopot Arief dari jabatannya selaku Danrem 161 Wirasakti

Langkah-langkah perjuangan politik dan hukum akan kami tempuh untuk melawan intimidasi, fitnah dan stigmatisasi agar tegaklah kebenaran, hak asasi dan demokrasi bagi seluruh rakyat

Kupang, 5 Oktober 2007

ORGANISASI DAN INDIVIDU YANG MENJADI KORBAN POLITIK STIGMATISASI DAN FITNAH

  1. Partai Persatuan Pembebasan Nasional ((Papernas)
  2. Perkumpulan Pengemabangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR NTT)
  3. LIGA MAHASISWA NASIONAL untuk DEMOKRASI (LMND)
  4. SERIKAT RAKYAT MISKIN KOTA (SRMK)
  5. P. Robert Mirsel, SVD
  6. Pius Rengka
  7. Donatus Jo
  8. George Hormat
  9. Buce Brikmar

No comments: