Friday, May 25, 2007

Antitesa Pemilu Legislatif

Duet Daniel Adoe-Daniel Hurek, kandidat Walikota dan Wakil Walikota Kupang dari Partai Kebangkitan Bangsa dan sembilan partai kecil lain, tak terbendung. Lingkaran Survey Indonesia dan Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat, yang melakukan perhitungan cepat atas pemilihan kepala daerah pada 21 Mei itu, bahkan sudah mengumumkan kemenangan mereka.

Ya, perolehan suara dalam pilkada kali ini seolah menjadi antitesa dari pemilu legislagif lalu. Bagaimana tidak, kandidat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar yang merupakan “penguasa Gedung DPRD”, justru terpuruk di nomor buncit.

“Ini menjungkirbalikkan klaim partai politik sebagai saluran aspirasi politik rakyat,” tulis Silvia Fanggidae, kontributor Kabar NTT, di Kupang. Berikut analisa Silvia:

1.Daniel Adoe dan Daniel Hurek
Mereka fenomenal. Dari sepuluh partai yang mengusung mereka, cuma PKB yang punya kursi di DPRD. Itu pun hanya dua. Ini dampak dari image ketertindasan seorang Adoe dan, konsistensi Hurek. Karena selalu dipinggirkan oleh Walikota SK Lerik, Adoe yang sebelum ini menjabat Wakil Walikota Kupang mendapat tempat istimewa di hati warga Kota.

Hurek disukai karena sebagai anggota DPRD Kota Kupang, dia tak pernah berhenti memperjuangan kebijakan-kebijakan pro rakyat, meski harus terasing dari “pergaulan” di DPRD.

Paket ini paling miskin, tapi mendapatkan banyak simpati. Tak sedikit warga Kota Kupang yang mengeluarkan uang sendiri untuk mendukung mereka.

Hingga dua hari menjelang pilkada, masih beredar selebaran yang memojokkan mereka gara-gara diusung afiliasi partai Islam seperti PKB dan Partai Keadilan Sejahtera. Toh dukungan untuk mereka tak berkurang.

2.Jefri Riwukore dan Johanes Dae
Saingan paling dekat duat 2 Dan ini dicalonkan oleh koalisi Partai Demokrat, Partai Penegak Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan Daerah. Sebagai orang baru di Kota Kupang, keberhasilan mereka menempati peringkat dua merupakan prestasi luar biasa. Mungkin ada faktor primordial, karena mereka menang di wilayah dominan orang Sabu. Tapi bisa juga karena warga Kota Kupang menghendaki kehadiran wajah baru dengan pemikiran baru di pemerintahan.

3.Al Foenay dan Andreas Agas
Mereka mendapat dukungan antara lain dari Partai Damai Sejahtera dan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan. Figur Foenay sebagai anak daerah menarik cukup banyak suara dari komunitas Timor yang ingin Kota Kupang dipimpin oleh "orang sendiri". Ini tampak pada kemenangan paket ini di wilayah-wilayah yang didominasi oleh Atoin Meto. Di lain pihak, Agas mendapatkan simpati pemilih asal Manggarai, Flores, yang menetap di Kota Kupang.

4.Jonas Salean dan Alexander Ena
Hanya 2 partai yang bisa menggolkan calonnya tanpa perlu berkoalisi: Golkar dan PDIP. Namun hingga kemarin calon yang mendapat mandat dari Golkar ini cuma menempati urutan ke-4. Warga Kota Kupang tahu siapa mereka.

5.Djidon de Haan dan Anton Bele
Keduanya adalah "utusan" PDIP. Namun seperti calon dari Golkar, mereka pun tak mampu bersaing dengan para kandidat dari partai-partai kecil. Aneh karena sesungguhnya mereka dikenal luas sebagai birokrat gaek yang bersih. Dan selama kampanye keduanya memiliki program paling bagus. Terpuruknya paket Djibel ke posisi buncit boleh dibilang misterius. Belum jelas apa faktor x di balik kekalahan mereka. (Red)

No comments: