Thursday, April 3, 2008

Theresia, satu di antara berapa?

Jika melihat foto bayi Theresia Barek Hera di bawah ini, istilah medis Hydrocephalus mungkin akan segera terlintas dalam pikiran mereka yang paham atau setidaknya pernah membaca kasus serupa. Namun dalam usaha lintas informasi yang dilakukan KabarNTT, kondisi kepala yang membesar dari Theresia, ternyata tidak hanya berkait erat dengan istilah medis Hydrocephalus itu saja, tetapi juga relevan dengan sejumlah istilah lainnya, medis maupun non-medis; dan gizi buruk adalah satu di antaranya.

Bayi Theresia
-Theresia yang masih butuh bantuan dana 8.5 juta untuk operasinya-

Setahun yang lalu, kondisi yang diderita Theresia juga dialami oleh balita yatim piatu berusia 4 tahun dari Dumai, Riau Pesisir, bernama Sari. Selama 3.5 tahun ia bergelut melawan sakitnya, hingga akhirnya datang bantuan dari Gubernur Riau dan juga Persatuan Keluarga Wartawan Bengkalis (PWKB) yang kemudian memasukkan program bantuan bagi penderita Hydrocepaleus dalam agenda tahunannya. Sebaliknya, 4 tahun yang lalu, di Jakarta, seorang bayi berusia 15 bulan, bernama Sarobi Hartono, ditolak untuk dioperasi, meski kondisinya tidak jauh berbeda dari Theresia maupun Sari. "Kata dokter, anak saya kekurangan nutrisi dan gizi, jadi tidak perlu dioperasi. Kalau dioperasi, katanya malah bisa menimbulkan efek samping, karena penyakitnya bukan hydrocephalus tapi hydrancephalus" kata Sariti, ibu dari bayi tersebut.

Di Indonesia, sakit yang diderita Theresia, Sari maupun Sarobi, sering ditemukan dalam komunitas yang akrab dengan keterbatasan ekonomi. Mengapa? Mungkinkah salah satu sebabnya adalah karena saat mengandung, ibu mereka tidak mendapatkan asupan folic acid atau vitamin B9 yang larut dalam air, yang ada dalam sayuran seperti bayam dan kacang-kacangan? Seperti Sariti, ibu dari Sarobi yang saat dibantu TransTV dan LBH Kesehatan ke Jakarta, merasa senang karena akhirnya ia bisa memberi anaknya makan tahu, tempe, sayuran dan daging ayam. Bisa dibayangkan, sebelumnya, saat mengandung Sarobi, makanan seperti apa yang dikonsumsi Sariti.

Memang jika kita mencari sebab formal (baca: diakui secara medis) dari Hydrocephalus, Hydrancephalus dan lain-lain gangguan perkembangan otak, tidak akan kita temukan kalimat kekurangan folic acid, gizi buruk dan kemiskinan. Sebaliknya kita akan dihadapkan dengan penjelasan tentang kelainan bawaan, tumor, infeksi dalam kandungan atau cedera dalam proses kelahiran. Namun, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa folic acid yang dikonsumsi oleh perempuan yang akan/sedang hamil dapat membantu menurunkan resiko penyakit seperti Hydrocephalus pada bayi hingga 70%, dan fakta bahwa di Amerika dan 38 negara lainnya telah berlaku kebijakan nutrisi yang memperkenalkan folic acid dalam tepung yang dapat dengan mudah diakses dan dikonsumsi oleh ibu hamil, rasanya cukup memberikan gambaran yang masuk akal tentang hubungan antara kondisi yang dialami oleh Theresia, Sari dan Sarobi dengan kemiskinan orang tua mereka.

KabarNTT berharap bahwa di luar sana, telah ada kajian empiris yang menunjukkan ada tidaknya kaitan antara kemiskinan, gizi buruk dan penyakit gangguan perkembangan otak seperti Hydrocephalus. Jika tidak terbukti ada kaitannya, atau seperti biasanya dalam bahasa ilmu dikatakan 'tidak cukup signifikan' maka kita boleh melihat kondisi Theresia sebagai satu kasus yang memprihatinkan dan membutuhkan bantuan darurat. Namun jika sebaliknya, maka kita harus bersiap untuk menemukan sejumlah Theresia lain dari antara bayi-bayi di NTT. [kantt]


No comments: