Rindu Ibu
Sampaikan salamku buat ibu.
''Aku tunggu cintanya tiga jam lagi
saat kelopak pagi hampir pecah, dan ibu siap memetik
pucuk-pucuk cahaya merambat yang merah.
Lantas mengisinya ke dalam perut Ayah dan anak-anak.
Sampai bertenaga.''
Tolong Sampaikan,
''aku sudah menulis titimangsa
agar aku pahami hati ibu
Ibu,aku tak sabar menanti mawar yang ranum disudut bibirmu
Meski kadang kubenci omelanmu!''
Yogyakarta, 21 April 2008
Buat Aleta Ba'un
Ibu,
Aku membaca berita tentangmu minggu lalu.Dan itu
membuatku miris berlapis salut yang
dasyatnya menggetarkan sisi emosiku!
'' makam nenek moyang kita akan dibongkar.
Disedot sampai memar. Hanya karena pusaranya
menyembulkan susu berlimpah. Kau menyebutnya
payudara yang hidup.''
Terbesit tanya : kau tahu arti hidup dan serakah,Ibu ?
Ibu
kau tentu tak lupa ribuan tahun sudah gugusan itu dibangun,
disusun dari rupa-rupa payudara.
Alhasil pinggang-pinggang seantero hutan berisi.
Sekaligus mengundang nafsu.
Aku tahu karya itu diawali saat purnama
yang gundah menggerakan tangan-tangan kasar
memetik pucuk-pucuk embun dan memasukkanua
dalam tudung sampai putih, kental dan kekal!
Dan untuk itu tak ada campur tangan kakek moyangmu.
Aku menyebutnya bapak pertiwi. Ini lucu.
Benar-benar membuatku tertawa atas kelakianku
yang kadang ceroboh dan sok hebat!
Yah, ada jeda sedetik untukku tertawa
( kegembiraanku sudah lama dicuri. Kala
adalah sedih yang melingkar, memikirkanmu)
Terbesit tanya : Adakah yang serakah itu punya hati,Ibu ?
Ibu yang malang,
kau tahu waktu dulu ribuan malam adalah
air mata yang mengairi seantero hutan sampai
gundukan itu penuh. Aku tertawa lagi.Karena
masih banyak manusia yang rakus merasa terancam
karena hatimu dan cintamu pada bau tubuh nenek moyang kita.
'' aku selalu membaca slogan
tipuan : ...demi kesejahteraan kita,rakyat banyak!''
Tersentil tanya : Kita??? Lu aja kaliii gue engak! Ya,Bu?
Ibu, berita ini membuatku terkurung sedih.
Kita masih dijajah yah,bu?
Disaat pemimpin berteriak, Merdeka!!!
Beruntung kita masih punya hati.
Lucu ya,Bu. Kau malah lebih peka soal
kesejahteraan, kemerdekaan, keadilan sosial,
global warming, daripada yang mengaku diri sarjana,
kaum intelektual,agamawan atau politikus.
Terbesit tanya lagi : Adakah pemimpin yang
masih punya hati, Bu?
Ibu,
aku heran tentang kabar kau dikejar-kejar preman!
Siapa mereka, Bu? Orang benar ?
Kasihan kalo mereka benar tak punya hati lagi.
Aku malu dengan diriku
yang masih menutup mata. Ini tak adil.
Aku melihat hatimu terjerat di mulut Neokolonialisme,
penjajah baru!
Tak kalah kejam dengan Londo*
Ada tanya : siapakah penjajah itu?
Ibu
aku mengkhawatirkanmu
tak bisa memetik embun untuk menyusui anak dan suamimu
Kau punya hati
Jaga itu!
Yogyakarta, 21 April 2008
No comments:
Post a Comment