Thursday, April 10, 2008

Neotradisional Pertanian: Sebuah Pilihan (1)

Oleh: Alexander Yopi Susanto*

Penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia menjadikan hasil panen petani berlipat ganda. Namun ongkos yang harus dibayar pun mahal. Bahkan bersifat jangka panjang, seperti yang dirasakan sekarang. Bahan kimia sintetik seperti pupuk justru malah merusak struktur kimia dan biologi tanah. Beberapa agen peptisida hayati, seperti predator pemakan hama terancam punah. Malah terjadi imunitas pada beberapa hama.

Neo-Tradisional

Vandana Shiva, dalam konferensi internasional yang diselengarakan FAO, memprediksikan bahwa dalam lima tahun ke depan dunia akan mengalami ketidakamanan pangan oleh karena penyimpangan pasar pertanian kimia. Subsidi untuk pertanian kimia telah mengorbankan sumber alami. Lebih jauh Juma Further mengatakan bahwa motor penggerak pertanian konvensional sekarang terletak pada subsidi dan support dana. Further mengkritik sikap negara-negara Barat menyediakan uang untuk subsidi pupuk, tetapi tidak untuk pertanian organik.

Kesadaran untuk kembali ke pertanian organik sebenarnya muncul bersamaan dengan kesadaran ekologis dan kesehatan. Pencemaran pupuk kimia, peptisida dengan dosis yang berlebihan berdampak terhadap turunnya kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Keluhan atas berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah, pengapuran justru bersumber dari pola makan. Dengan mudahnya logam-logam berat dalam peptisida kimia masuk ke dalam aliran darah konsumen. Bahkan sayuran yang menyehatkan itu, kini harus diwaspadai sebagai biang penyakit.

Nadia El-Hage Scialabba menggambarkan pertanian organik sebagai sistem pangan neo-tradisional yang menggabungkan ilmu pengetahuan dan praktik pertanian tradisional. Pertanian ini memberi kontribusi penting pada keberlanjutan ketahanan pangan. Mencakup, pemenuhan nutrisi rumah tangga, berkontribusi pada situasi darurat peralihan pangan, dan pola makan sehat. Pertanian ini juga melayani kebutuhan nasional melalui pengembangan pedesaan dan menyediakan pelayanan lingkungan global. Termasuk di dalamnya mengurangi perubahan iklim (climate change).

IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement) sendiri menekankan pertanian organik sebagai cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Dengan begitu, biodiversif siklus biologi dan aktivitas biologi tanah pelahan-lahan dapat dipulihkan. Dalam hal ini, penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam setiap tahapan pertanian organik, mulai dari produksi sampai pascapanen.

Nafas baru pertanian organik justru berkaitan erat dengan dunia penelitian. Petani tidak bisa lagi bergantung pada pengetahuan dan sistem pertanian tradisional. Cara-cara tradisional tersebut harus bersinggungan dengan uji coba berbasis ilmu pengetahuan. Mengandaikan pengenalan yang intens pada watak varietas unggul, tingkat kesuburan tanah, watak hama, dan dosis peptisida hayati yang benar. Alam sudah menyediakan segala hal. Termasuk solusi alami jenis pupuk dan obat tanaman. Tinggal bagaimana cara menemukannya.

* Alexander Yopi Susanto adalah alumnus STFK Ledalero, anggota FAN, pernah bekerja pada beberapa perusahaan dan organisasi berbasis IT, Advokasi Pertanahan, MIGAS, Advokasi Anak, berdomisili di Jakarta


No comments: