(Beberapa catatan untuk Walikota yang dipilih langsung oleh rakyat)
Dalam perkembangan untuk mewujudkan sebuah “kemajuan”, Kota-Kupang seperti halnya ibu kota propinsi di seluruh Indonesia terus berbenah diri untuk layak disebut sebagai kota metropolitan atau kota yang modern alias maju.
Berbagai cara dan upaya ditempuh untuk memperlihatkan wajah gemerlap dan molek sebuah kota yag modern seperti halnya pembangunan beberapa monumen seperti patung Sonbai, Tirosa dibundaran PU, patung KB di Oebobo, patung perdamaian yang dilambangkan dengan burung merpati di Penfui dsb Tak pelak lagi ketika Kota Kupang terus bertumbuh menuju kota modern , dan sisi gelap sebuah realita tentang jorok dan kumuhnya kota coba ditutup tutupi dengan berbagai cara agar yang terlihat cuma sisi yang menawan dan gemerlap.
Mari kita tengok pengembangan mall seperti Flobamora yang menawarkan sejuta keindahan dan kemudahan dalam berbelanja, bank-bank papan atas yang memberi kemudahan layanan 24 jam, apotek yang buka selama 24 jam, dan berbagai kemudahan lainnya.
Tata ruang
Sebagai kota yang sedang tumbuh, sudah seharusnya dan selayaknya apabila Pemkot Kupang berupaya untuk mensosialisasikan tata ruang kota melalui pemasangan peta rencana tata kota ditempat strategis seperti mall Flobamora, Kupang lama dll yang mudah diakses oleh warga kota sehingga dapat terhindar dari salah tata letak dan fungsinya dan ada kontrol dari warganya apabila ada penyimpangan peruntukan wilayah. Memang telah ada peta tersebut namun sayangnya ada yang dipasang di lokasi pariwisata Lasiana di dekat bak sampah dan banyak sampah berserakan disekitar peta tersebut sehingga membuat warga enggan membacanya.
Sudah sewajarnya jika sejak dini Pemkot Kupang sebagai fasilitator mensosialisasikan terus menerus area mana yang direncanakan untuk perkantoran, area untuk bisnis, area terbuka untuk publik, area terbuka hijau dll. Yang dirasakan selama ini begitu cepat perkembangan
Terlihat ketika hujan besar di musim hujan, maka beberapa ruas jalan
Yang cukup urgen, kalau tidak boleh dikatakan terlambat adalah perlu dibangunnya hutan
Penggusuran yang tak manusiawi
Pembelajaran yang bisa dipetik dari perkembangan kota besar lainnya di Indonesia terutama di Jakarta dan Surabaya adalah bagaimana Satpol PP telah digunakan untuk menjadi alat kekerasan dalam menegakkan Perda tanpa solusi dan menimbulkan sakit hati dan kemiskinan baru bagi warga kecil yang tergusur.
Kita dapat menyaksikan ditayangan TV bagaimana kekerasan dipertontonkan layaknya negara yang tidak mengenal perikemanusiaan. Ibu-ibu pedagang kaki
Tayangan tentang kios kaki
Pembelajaran yang perlu dilakukan adalah belajar dari
Gagasan almarhum Romo Mangun sangat menarik untuk dipelajari mengenai penataan pedagang kaki lima terutama makanan di kampus biru UGM Bulaksumur dimana mereka dibantu dibuatkan tempat berjualan yang rapi, artistik dan dijaga kebersihannya oleh para pedagang itu sendiri sehingga tidak mengurangi keindahan kampus, namun mahasiswa dapat memperoleh makanan dengan mudah dan murah sesuai kemampuan kocek mereka.
Artinya perlu dipikirkan sejak awal oleh Pemkot Kupang pengalokasian yang cukup untuk ruang./tempat jualan dilokasi yang strategis bagi para pedagang kecil /kaki
Sebagai contoh tempat penjualan jagung bakar dan kelapa muda disepanjang jalan di
Kebijakan Pemkot Kupang kedepan sebaiknya lebih memberi ruang dan perkembangan pada pusat perbelanjaan tradisional namun modern dalam pengelolaannya. Kita dapat mencontoh Pemkab Bantul yang salah satu kebijakan yang diambil tidak memperbolehkan berdirinya mall/hypermarket melainkan Pemkab Bantul menfasilitasi dengan membangun pasar tradisional berstandar mall/ supermarket.
Memang tidak mudah, namun kalau mau sebenarnya Pasar Kasih Naikoten , Pasar Oebobo, Pasar Oeba bisa disulap menjadi pasar modern yang tidak becek, nyaman dan asri.
Demikian pula pasar ikan di Pasir Panjang dapat ditingkatkan layanannya dengan misalnya Pemkot menyediakan pasar dengan pendingin untuk ikan dan ditata secara asri sehingga dapat menambah lokasi masyarakat untuk mendapatkan makanan murah meriah namun bergizi, seperti halnya Pantai Losari di Makasar yang menjadi tempat rendevouz bagi warga kota.
Polusi yang kian “nendang”
Kota Kupang terasa menyesakkan apabila anda keluar rumah sekitar jam 6.30 pagi dimana polusi dari gas buangan motor dan mobil terasa sangat meyesakkan dada. Apalagi kalau anda berada dibelakang motor bermesin 2 tak dengan knalpot keatas yang menyemprotkan asapnya pas ke hidung kita, juga dibelakang mobil-mobil keluaran lama yang kadang tidak sempurna pembakarannya.
Belum lagi kebiasaan warga yang membakar sampah rumah tangga akan menambah emisi yang dibuang keudara yang berkontribusi pada meningkatnya pemanasan global.
Kita saat ini dapat melihat bagaimana sampah dibuang sembarang, misalnya dibeberapa tempat diseputaran kawasan Walikota Baru , karena belum ada pengelolaan sampah ditingkat RT/RW dibeberapa tempat, tidak ada tempat pembuangan sampah resmi yang tersedia dan tak ada mobil dari Dinas Kebersihan yang secara rutin mengangkut sampah warga.
Masih belum adanya pengelolaan sampah yang terdesentralisasi dan selama ini masih terpusat pembuangannya di Bolok telah menambah persoalan kedepan karena sampah yang dihasilkan warga dari tahun ke tahun akan semakin menumpuk, sehingga kalau kita mau belajar dari TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar Gebang yang penuh masalah, maka sudah sewajarnya Pemkot Kupang bekerja sama dengan para Akademisi mencari solusi bijak cara pengelolaan sampah (bukan pembuangan sampah) yang ramah lingkungan.
Edukasi terhadap warga sebagai produsen sampah perlu dilakukan dimana sampah sejak dari rumah tangga sudah mulai dipilah-pilah menjadi sampah yang dapat dikomposkan, sampah yang dapat didaur ulang dan sampah beracun.berbahaya. Melalui RT./RW Pemkot bisa menggalakkan pembuatan kompos dari sampah organik dengan bantuan alat dekomposer yang murah dan pemakaian reagent berupa bakteri pembusuk.
Selain itu, untuk mengurangi polusi, Pemkot bisa menyediakan sarana jalan khusus sepeda maupun moda angkutan tak bermesin lainnya seperti halnya yang ada jalan di Malioboro Yogyakarta sehingga banyak warga
Pengelolaan kawasan terbuka hijau sebagai paru-paru
Penghijauan dengan tanaman asli Nusa Tenggara Timur seperti Cendana, Gewang, Lontar dll perlu terus digalakkan. Mencontoh lokasi didekat bandara Ngurah Rai, tanaman kaktus besarpun juga dapat menambah hijaunya
Solidaritas yang memudar
Tidak cukup tersedianya ruang publik sebagai tempat rekreasi, selain juga belum adanya panggung hiburan rakyat atau taman budaya serta
Pola pemukiman yang cenderung berbasis suku perlu dikurangi dan diusahakan keanekaragaman dari SARA sehingga memudahkan warga dalam melakukan komunikasi lintas SARA dan mengurangi kemungkinan konflik berdasar SARA karena telah terbangun pemahaman yang baik dimana meski berbeda tetapi tetap satu kesatuan (Bhineka Tungal Ika) dan justru adanya keberagaman akan mampu memperkaya cara pandang warga kota Kupang dalam hidup keseharian serta tidak lagi terjebak dalam cara berpikir stereotip.
Kaum lemah yang terpinggirkan
Peradaban
Apakah tidak sebaiknya Pemkot mulai memperbanyak membangun rumah susun sederhana yang dapat disewa atau dicicil oleh mereka sehingga dapat mendiami tempat tinggal yang layak dan tak perlu terlunta-lunta.
Pemkot sebaiknya juga sudah melengkapi sarana umum untuk para penderita cacat sehingga merekapun dapat menikmati fasilitas publik dengan sebaik-baiknya.
Perlu tersedia Rumah Sakit Jiwa bagi para penderita gangguan jiwa sehingga selain memperoleh layanan medis yang layak untuk proses penyembuhan, juga tidak merepotkan bagi keluarganya.
Biaya hidup yang tinggi
Tingginya biaya hidup di
Pengurusan KTP gratis misalnya, gerakan penanaman sayuran dipot/polibag secara vertikultur (keatas) dll dapat dikenalkan Pemkot Kupang pada warganya.
Pelatihan ketrampuilan hidup dengan biaya murah atau gratis sangat dirasakan membantu bagi warga
Pengembangan
Kota Kupang perlu didukung dengan pengembangan
Mungkin perlu dipikirkan pemindahan layanan bisnis di
Bravo Kuta Kupang menuju
KUPANG diharapkan benar-benar menjadi cerminan
Pemkot Kupang diharapkan mampu melayani kebutuhan warga kotanya terutama pada mereka yang lemah, miskin dan terpinggirkan sehingga tidak perlu lagi ada Lazarus-lazarus modern yang mengharapkan jatuhnya remahan roti dari meja si kaya yang menjadi penghuni
YBT Suryo Kusumo
1 comment:
jika saya mendengarkan kata 'tata kota' rasanya teringat dengan jepang, walau mungkin kita katakan kota sumpek, tapi disana sangat teratur, berbeda dengan kebanyakan kota besar di Indonesia, semoga kedepan bisa lebih baik
Post a Comment